Serial Petikan Riyadus Sholihin bab 3 Sabar , Hadist 45 & 46

Mengelola emosi kemarahan dengan sabar dan bijak

 

Hadits no. 45.

وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang kuat itu bukanlah orang yang pandai bergulat (berkelahi), akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya di saat marah.”
[Shahih Al-Bukhari no. 6114. Muslim no. 2609]

Hadits no. 46.

وَعَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ صُرَدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كُنْتُ جَالِسًا مَعَ الِنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَرَجُلاَنِ يَسْتَبَّانِ وَأَحَدُهُمَا قَدِ احْمَرَّ وَجْهُهُ. وَانْتفَخَتْ أَوْدَاجهُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عنْهُ مَا يجِدُ، لَوْ قَالَ: أَعْوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، ذَهَبَ عنْهُ مَا يَجِدُ » فقَالُوْا لَهُ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « تَعَوَّذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Sulaiman bin Shurad radhiyallahu anhu, dia berkata, “Ketika aku sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada dua orang yang saling mencaci. Salah seorang di antaranya wajahnya memerah dan urat lehernya menegang. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang bila diucapkan akan hilang apa yang sedang dialaminya. Seandainya dia membaca, “A'uzu billahi minasy syaitanir rajim (aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).”
Maka, para sahabat memberitahukan kepada orang itu, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mintalah pelindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.”

 

[Shahih Al-Bukhari no. 3282. Muslim no. 2610]
Penjelasan.
Dua hadits yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan bahwa marah adalah bara yang dilemparkan setan ke hati anak Adam, sehingga dia mudah emosi, dadanya membara, urat sarafnya menegang, wajahnya memerah dan kadang ungkapan dan tindakannya tidak terkendali.

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ

رَوَاهُ البُخَارِي

Maka tatkala seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Nasihatilah aku.” Baginda bersabda, “Jangan marah.” Dia berkata lagi, “Nasihatilah aku.” Baginda bersabda, “Jangan marah.” Dan dia berkata lagi, “Nasihatilah aku.” Baginda tetap bersabda, “Jangan marah.”

[Shahih Al-Bukhari no. 6116]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang disebutkan (hadist n0 45 ), oleh Imam An-Nawawi rahimahullah ini menjelaskan bahwa kekuatan tidak diukur dengan kepandaian seseorang dalam perkelahian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang kuat itu bukanlah orang yang pandai bergulat (perkelahian).”sehingga mampu mengalahkan banyak orang.  Benar secara umum saat itu , dia adalah orang kuat akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam, mengatakan bukan ini sebenarnya yang dikatakan kuat,

“orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya di saat marah.”

Nabi Muhammad memberi pengertian yang berbeda dengan pandangan umum orang orang  jaman jahiliyah  yang meng agung agungkan kekuatan pisik dalam menentukan indicator kuat tidaknya seseorang. Menurut Nabi Muhammad sejatinya
orang kuat yang sebenarnya adalah yang mampu mengalahkan nafsunya sendiri jika nafsu amarah  itu menyerang serta mendominasinya. Itulah kekuatan  yang hakiki. 


Dengan kekuatan batin, manusia mampu mengalahkan setan. Setanlah yang menciptakan bara di dalam hati kita, memicu kemarahan.

dalam hadits tersebut terdapat anjuran agar manusia mengendalikan diri saat marah dan tidak menuruti amarahnya hingga menyesal di kemudian hari. Bahkan, marah yang berlebihan seringkali berakibat buruk, seperti menceraikan pasangan tanpa pertimbangan yang matang.

Saat marah, seseorang bisa merusak harta miliknya dengan tindakan yang impulsif, seperti membakar atau memecahkan barang-barang berharga. Bahkan, marah bisa mengakibatkan kekerasan terhadap anak-anak atau pasangan, yang berujung pada cedera fisik atau bahkan kematian.

Sebagai manusia, kita perlu belajar mengelola emosi marah dengan bijak. Mengendalikan amarah dan berpikir sebelum bertindak adalah langkah awal untuk menjaga hubungan social  dan menghindari dampak negatif. 

Nabi shallallahu 'alaihi wa salam memahami pentingnya mengendalikan emosi marah. Oleh karena itu, beliau melarang hakim untuk memutuskan perkara antara dua orang yang berselisih dalam keadaan marah. Marah dapat menghalangi hakim untuk memahami permasalahan dengan baik dan menghambatnya dalam memutuskan hukum syar’i atas perkara yang dihadapi. Akibatnya, hakim bisa saja memutuskan hukum yang tidak benar karena terpengaruh oleh emosi.

Dalam menghadapi situasi yang memerlukan keputusan, penting bagi kita semua untuk menjaga ketenangan dan berpikir dengan bijaksana. Dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan keadilan

.

Begitu pula Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan hadits Sulaiman bin Shurad radhiyallahu anhu bahwa dua orang saling mencaci di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satu dari mereka telah merah wajahnya dan urat lehernya telah menegang. Lalu baginda bersabda,

“Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang bila diucapkan akan hilang apa yang sedang dialaminya. Seandainya dia membaca, “A'uzu billahi minasy syaitanir rajim (aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).”

Maka, para sahabat memberitahukan orang itu, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mintalah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.”
*5 Kiat Meredam Marah

Marah kadang perlu diredam agar tidak berdampak jelek dan merusak. Bagaimanakah cara dan kiat-kiatnya meredam marah?

 1- Membaca ta’awudz, meminta perlindungan pada Allah dari godaan setan

Kenapa sampai meminta tolong pada Allah agar dilindungi dari setan? Karena dalil-dalil berikutnya akan terlihat jelas bahwa marah bisa dari setan. Maka kita mengamalkan firman Allah dari ayat berikut,

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 200)

Juga ada hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

إِذَا غَضِبَ الرَّجُلُ فَقَالَ أَعُوْذُ بِاللهِ ، سَكَنَ غَضْبُهُ

Jika seseorang dalam keadaan marah, lantas ia ucapkan, ‘A’udzu billah (Aku meminta perlindungan kepada Allah)’, maka redamlah marahnya.” (HR. As-Sahmi dalam Tarikh Jarjan, 252. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1376)

 2- Diam

Karena yang namanya marah itu jika keluar bisa jadi keluar kata-kata yang tidak Allah ridhai. Ada yang marah keluar kata-kata kufur, ada yang marah keluar kalimat mencaci maki, ada yang marah keluar kalimat laknat, ada yang marah keluar kalimat cerai hingga hal-hal sekitarnya pun bisa hancur. Kalau seseorang memaksa dirinya untuk diam ketika akan marah, hal-hal yang rusak tadi tidak akan terjadi.

Ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,

وَ إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

Jika salah seorang di antara kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad, 1: 239. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan lighairihi)

 

3- Berganti posisi

Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ  وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ، وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ

Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud, no. 4782. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

 

4- Mengambil air wudhu

Dari Athiyyah as-Sa’di Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah bersabda:

إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.” (HR. Abu Daud, no. 4784. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

 

 5- Ingat wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan janji beliau

Dari Mu’adz radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذهُ دَعَأهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ مَا شَاءَ

Barang siapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan.” (HR. Abu Daud, no. 4777; Ibnu Majah, no. 4186. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sanadnya hasan)

Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkan dalam surga.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas,

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

Jangan engkau marah, maka bagimu surga.” (HR. Thabrani dalam Al-Kabir. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, hadits ini shahih lighairihi)

* Sumber https://rumaysho.com/16156-5-kiat-meredam-marah.html

Video



    
   

PPDB 2025-2026


Follow us


Kontak


Alamat :

Jl Dadali No. 12 Randugunting

Telepon :

0283 4534 123 - 0852-2527-3641

Email :

humaspsb2019@gmail.com

Website :

www.biastegal.sch.id

Media Sosial :

Banner


Visitor