SERIAL PETIKAN RIYADUSS SHOLIHIN BAB 3 SABAR , Hadist n0 53
SURGA DIBAWAH KILATAN PEDANG
Hadits
no. 53.
وَعَنْ
أَبِيْ إِبْرَاهِيْمَ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِيْ أَوَفَى رَضِيَ اللهِ عَنْهُمَا
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيٍهِ وَسلَّمَ فِي بَعْضِ أَيَّامِهِ
الَّتِي لَقِيَ فِيْهَا الْعَدُوَّ، انْتَظَرَ حَتَّى إِذَا مَالَتِ الشَّمْسُ
قَامَ فِيْهِمْ فَقَالَ: « يَا أَيُّهَا النَّاسُ لَا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ
الْعَدُوِّ، وَاسْأَلُوْا اللهَ الْعَافِيَةَ، فَإِذَا لَقِيْتُمُوْهُمْ
فَاصْبِرُوْا، وَاعْلَمُوا أَنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ » ثُمَّ
قَالَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « اللَّهُمَّ مُنْزِلَ
الْكوَمُجْرِيَ السَّحَابِ، وَهَازِمَ الأَحْزَابِ، اهْزِمْهُمْ وَانْصُرْنَا
عَلَيْهِمْ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Abu Ibrahim, Abdullah bin Abi Aufa, radhiyallahu anhu, dia
berkata, “Pada suatu hari di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sedang menghadapi musuh, baginda menunggu sampai matahari condong (ke
barat) barulah Rasulullah berdiri di tengah-tengah para sahabat dan bersabda,
“Wahai sekalian manusia, janganlah kalian berharap untuk bertemu dengan musuh,
dan mintalah keselamatan kepada Allah. Tetapi jika kalian bertemu dengan musuh,
hendaknya kalian bersabar. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya surga itu di bawah
kilatan pedang.”
Kemudian Rasulullah berdoa, “Ya Allah, Dzat yang menurunkan
Kitab, yang menjalankan awan, dan mengalahkan musuh, kalahkan mereka dan
menangkan kami terhadap mereka.”
[Shahih Al-Bukhari no. 2965. 2966. Muslim no. 1743]
Penjelasan.
Imam
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits yang dinukil dari Abdullah bin Abi
Aufa radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat itu
berada dalam suatu peperangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menunggu sampai matahari condong ke arah barat. Hal itu dilakukan agar udara
menjadi lebih sejuk dan suasana lebih teduh, sehingga pasukan Muslimin merasa
lebih bersemangat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunggu sampai
matahari mulai condong, lalu bangkit untuk berkhutbah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah di
hadapan orang-orang dengan khutbah yang bersifat rutin dan tetap seperti
khutbah Jum’at. Selain itu, karena Rasulullah sering menyampaikan khutbah
insidental jika memang dibutuhkan. Dalam suatu kesempatan, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian berharap untuk bertemu dengan musuh.” Artinya,
seseorang tidak boleh berharap untuk bertemu musuh dengan berkata, “Ya Allah,
pertemukanlah aku dengan musuhku!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan mintalah
keselamatan kepada Allah.” Hendaknya kamu berkata, “Ya Allah, anugerahkanlah
keselamatan kepadaku.”
“Tetapi, jika kalian bertemu dengan musuh, hendaknya kalian
bersabar.” Inilah inti dari hadits ini. Artinya, bersabarlah dalam memerangi
musuh dan mintalah pertolongan kepada Allah Ta’ala. Perangilah mereka demi
meninggikan kalimat Allah.
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya surga itu berada di bawah kilatan
pedang.” Kita memohon kepada Allah agar kita mendapatkan limpahan anugerah-Nya.
Surga itu berada di bawah kilatan pedang yang dibawa para
mujahid yang berjuang di jalan Allah. Mujahid yang berjuang di jalan Allah,
apabila ia terbunuh, dia akan menjadi penghuni surga, sebagaimana firman Allah
Ta’ala
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ
قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتًاۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ
يُرْزَقُوْنَۙ١
فَرِحِيْنَ بِمَآ اٰتٰىهُمُ
اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۙ وَيَسْتَبْشِرُوْنَ بِالَّذِيْنَ لَمْ يَلْحَقُوْا بِهِمْ
مِّنْ خَلْفِهِمْۙ اَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۘ
يَسْتَبْشِرُوْنَ
بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَفَضْلٍۗ وَاَنَّ اللّٰهَ لَا يُضِيْعُ اَجْرَ
الْمُؤْمِنِيْنَࣖ١٧١
“Dan
janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu
mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka
dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada
mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di
belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan
nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang beriman.”
(QS. Âli 'Imrân: 3: 169-171)
Orang yang mati syahid saat terbunuh di jalan Allah tidak
merasakan tusukan atau kilatan pedang, seakan hal itu bukan apa-apa baginya.
Dia hanya merasa bahwa ruhnya keluar dari dunia yang fana ini menuju kenikmatan
abadi.
Salah seorang sahabat Radhiyallahu Anhum, Anas bin An-Nadhir,
berkata, “Aku mencium aroma surga tanpa seorang pun tahu.”
Perhatikan bagaimana Allah menjadikan penciuman Anas begitu
peka, sehingga ia bisa mencium aroma surga tanpa seorang pun tahu, lalu ia
terbunuh sebagai syahid. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Ketahuilah bahwa surga itu berada di bawah kilatan pedang.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,
اللَّهُمَّ يَا مُنَزِّلَ الْكِتَابِ، وَيَا مُجْرِيَ
السَّحَابِ، وَيَا هَازِمَ الْأَحْزَابِ، اهْزِمْهُمْ وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ
“Ya Allah, Dzat yang
menurunkan Kitab, menjalankan awan, dan mengalahkan musuh, kalahkan mereka dan
menangkan kami terhadap mereka.”
Di sini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertawasul (berdoa dengan perantaraan sesuatu yang
memiliki niliai tinggi dihadapan Allah ) dengan ayat-ayat syar’iyyah dan
ayat-ayat kauniyyah.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bertawasul dengan penurunan Kitab, yakni
Al-Qur’an Al-Karim atau seluruh kitab, sehingga yang dimaksud kitab di sini
adalah jenis, yaitu, “Dzat yang menurunkan kitab-kitab kepada Muhammad dan
selain baginda.”
“Yang menjalankan awan.” Ini adalah ayat kauniyyah. Awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi, tidak ada yang menjalankan kecuali Allah
Ta’ala.
Seandainya umat manusia berkumpul dengan alat dan kemampuan yang
mereka miliki untuk menjalankan awan atau mengubah arahnya, niscaya mereka
tidak akan mampu melakukannya. Yang dapat menjalankannya hanya Dzat yang
apabila menghendaki sesuatu Dia cukup berfirman, “Kun fa yakun 'Jadilah! maka
terjadilah ia.”
“Yang mengalahkan musuh.” Allah Ta’ala sendirilah yang
mengalahkan musuh.
Di antaranya, Allah pernah mengalahkan musuh di perang Ahzab, di
mana musuh telah berkumpul di sekeliling Madinah dengan jumlah lebih dari
sepuluh ribu pasukan untuk membunuh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Akan tetapi, Allah mengalahkan mereka dan mengembalikan orang-orang yang kafir
dengan kemurkaan mereka tanpa mendapatkan kebaikan sedikit pun. Allah mengutus
angin dan bala tentara yang dapat menggoncangkan mereka, merobohkan kemah-kemah
mereka, hingga mereka tidak stabil.
Angin kencang dan sangat dingin memaksa mereka untuk
meninggalkan medan pertempuran.
Allah Ta’ala berfirman,
وَرَدَّ
اللّٰهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوْا خَيْرًاۗ وَكَفَى
اللّٰهُ الْمُؤْمِنِيْنَ الْقِتَالَۗ وَكَانَ اللّٰهُ قَوِيًّا عَزِيْزًاۚ
“Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan
mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun.
Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan.” (QS. Ahzâb: 33:
25)
Allah Ta’ala yang mengalahkan musuh, bukan kekuatan manusia.
Kekuatan manusia hanya sebagai sebab, kadang bermanfaat dan kadang tidak
bermanfaat.
Kita diperintahkan untuk melakukan sebab (sarana) yang
diperbolehkan agama. Akan tetapi, yang mengalahkan pada hakikatnya adalah Allah
Ta’ala.
Faedah Hadits:
Dalam
hadits ini terdapat beberapa faedah:
1.
Seseorang tidak boleh berharap untuk bertemu dengan musuh. Lain
halnya dengan mengharapkan mati syahid, ini boleh, tidak dilarang, bahkan bisa
jadi diperintahkan. Adapun bertemu musuh, tidak boleh diharapkan, karena hal
itu dilarang.
2.
Mintalah keselamatan kepada Allah Ta’ala, karena tidak ada yang
bisa menyamai keselamatan dan perdamaian. Jangan kamu harapkan peperangan dan
mintalah kepada Allah Ta’ala keselamatan dan pertolongan terhadap agama-Nya.
Namun, jika kamu bertemu dengan musuh, maka bersabarlah.
3.
Jika bertemu musuh, hendaklah bersabar.
Allah Ta’ala berfirman,
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا لَقِيْتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوْا وَاذْكُرُوا اللّٰهَ
كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
وَاَطِيْعُوا
اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْاۗ
اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ
“Wahai orang-orang beriman! Apabila kamu bertemu pasukan
(musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah (nama) Allah banyak-banyak
(berzikir dan berdoa) agar kamu beruntung. Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan
janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu
hilang dan bersabarlah. Sungguh Allah beserta orang-orang sabar.” (QS.
Al-Anfâl: 8: 45-46)
4.
Pemimpin perang harus mengasihi pasukannya dan jangan memulai
peperangan kecuali pada waktu yang tepat, baik hari maupun musimnya. Misalnya,
di musim panas hendaklah tidak melakukan peperangan karena sangat berat, begitu
pula di musim dingin, jangan lakukan peperangan. Lakukanlah jika memungkinkan
di musim gugur, ini saat yang terbaik.
5.
Hendaklah seseorang membaca doa,
اللَّهُمَّ يَا مُنَزِّلَ
الْكِتَابِ، وَيَا مُجْرِيَ السَّحَابِ، وَيَا هَازِمَ الْأَحْزَابِ، اهْزِمْهُمْ
وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ
“Ya Allah, Dzat yang menurunkan Kitab, menjalankan awan, dan
mengalahkan musuh, kalahkan mereka dan menangkan kami atas mereka.”
6.
Berdoa agar musuh-musuh dikalahkan, karena mereka adalah
musuh-musuhmu dan musuh-musuh Allah. Orang-orang kafir bukan hanya musuhmu
saja, tetapi mereka juga musuh Allah, musuh para nabi, musuh para malaikat, dan
musuh seluruh mukminin.