PETIKAN SERIAL RIYADUS SHOLIHIN BAB 3 SABAR HADIST NO 40 Jangan Minta Mati

Hadits no. 40.

وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَال‏َ:‏ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:‏ « لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ لِضُرًّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَلْيَقُلْ‏:‏ اللَّهُمَّ أَحْيِنِيْ مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِيْ وَتَوَفَّنِيْ إِذَا كَانَتِ الْوَفاَةُ خَيْرًا لِي ‏»‏ ‏مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ‏.

Daripada Anas radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Janganlah sekali-kali ada seorang dari kalian menginginkan kematian dikeranakan musibah yang menimpanya. Jika dia terpaksa harus melakukannya, maka hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma ahyini maa kaanatil hayaatu khairan lii, wa tawaffani idza kaanatil wafaatu khairan lii.” (Ya Allah hidupkanlah aku, jika hidup lebih baik bagiku, dan matikanlah aku jika kematian lebih baik bagiku).

 

[Shahih Al-Bukhari no. 5671. Muslim no. 2680]

 

Penjelasan.

Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dua hadits dari Abu Hurairah dan Anas bin Malik tentang pahala sabar dan pentingnya mengharapkan pahala dari Allah, serta keharusan manusia untuk bersabar dan mampu menghadapi cobaan.

Hadits pertama dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya suatu kebaikan, maka Allah akan mengujinya." Hadits mutlak ini dispesifikasi oleh hadits lainnya yang menunjukkan bahwa maksudnya adalah: "Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya suatu kebaikan, lalu dia bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah, maka Allah akan memberinya musibah untuk mengujinya."

Jika orang tersebut tidak sabar, bisa jadi dia akan ditimpa banyak musibah tanpa kebaikan, yang berarti Allah tidak menghendaki kebaikan baginya. Orang kafir yang ditimpa musibah tetap dalam kekufuran sampai mati. Jadi, jelas bahwa Allah tidak menginginkan kebaikan bagi mereka. Yang dimaksud dalam hadits ini adalah, orang yang bersabar menghadapi musibah, itu merupakan kebaikan baginya. Musibah dapat menghapus dosa dan kesalahan, yang jelas merupakan kebaikan. Musibah duniawi akan hilang

PETIKAN

dengan berlalunya hari. Semakin hari, musibah tersebut akan merasa ringan. Akan tetapi, adzab akhirat akan kekal. Jika Allah menghapuskan dosamu dengan musibah tersebut hal itu merupakan kebaikan bagimu. Sementara hadits yang ke-40, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang untuk mengharapkan kematian kerana musibah menimpanya, hal itu mungkin saja seseorang tertimpa musibah dan dia tidak tahan dan tidak sabar menghadapinya, lalu dia meminta untuk mati dan berkata, “Ya, Tuhanku, cabutlah nyawaku.” Baik diucapkan di lisan, mahupun hanya terbesit dalam hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk berbuat demikian, kerana tidak menutup kemungkinan musibah yang menimpa diri kita merupakan kebaikan bagi kita.

Jika kamu tertimpa musibah, hendaklah kamu mengucapkan:

.اللَّهُم أَعِنَّيْ عَلَى الصَّبْرِ عَلَيْهِ

“Ya Allah bantulah aku agar bisa sabar menghadapi musibah ini.”

Hingga Allah memberimu pertolongan dan kebaikan. Sementara jika kamu menginginkan kematian, bisa jadi kematian itu buruk bagimu, bukan istirahat dari keburukan. Tidak semua kematian itu adalah istirahat dari keburukan, sebagaimana dikatakan seorang penyair;

“Tidaklah disebut mayat orang yang mati lalu tenang, akan tetapi mayat yang sebenarnya adalah mayat yang hidup.”

Seseorang bisa mati menuju siksa dan adzab kubur, tetapi jika dia hidup, bisa jadi dia bertaubat dan kembali kepada Allah, sehingga kehidupan menjadi kebaikan baginya. Yang penting adalah jika kamu tertimpa musibah, jangan sekali-kali meminta kepada Allah agar nyawamu dicabut. Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang untuk mengharapkan kematian karena musibah, bagaimana dengan orang yang bunuh diri saat tertimpa musibah?

Sebagaimana yang terjadi pada sebagian orang bodoh; ketika tertimpa musibah, mereka mencekik diri sendiri, menikam diri sendiri, minum racun, atau terjun dari bangunan. Mereka berpindah dari satu adzab menuju neraka yang lebih pedih. Mereka tidak beristirahat, tetapi berpindah dari siksaan menuju siksaan yang lebih dahsyat. Orang yang membunuh dirinya akan diazab dengan cara yang sama di neraka Jahanam, dan dia akan kekal di dalamnya, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

**"Barangsiapa menjatuhkan dirinya dari sebuah gunung, kemudian membunuh dirinya, maka dia di dalam neraka Jahannam menjatuhkan dirinya dari sebuah gunung, dia tinggal lama dan dijadikan tinggal lama selamanya di dalam neraka Jahannam selama-lamanya. Dan barangsiapa meminum racun kemudian membunuh dirinya, maka racunnya akan berada di tangannya, dia akan meminumnya di dalam neraka Jahannam dia tinggal lama dan dijadikan tinggal lama selamanya di dalam neraka Jahannam selama Jika dia membunuh dirinya dengan cara meminum racun, maka dia akan meneguknya di neraka Jahanam, jika dia membunuh dirinya dengan cara terjun dari gunung, maka akan ditegakkan gunung di Jahanam dan dia akan jatuh dari puncak gunung tersebut, begitu seterusnya!

 

Saya katakan, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang untuk menginginkan kematian di keranakan musibah yang menimpanya, maka perbuatan yang dosanya lebih besar dari itu adalah orang yang bunuh diri; dia mendahului Allah dengan cara bunuh diri.”

 

Akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melarang sesuatu, seperti biasanya, jika ada penggantinya yang boleh dilakukan, maka Rasulullah akan menyebutkannya, demi mengikuti tindakan Rabb Ta'ala.

Ketika Allah melarang menyebutkan orang-orang yang beriman untuk berkata, Raa'inaa, Allah menjelaskan kata yang boleh diucapkan. Dia berfirman, “Tetapi katakanlah, 'Unzhurna.”

 

Tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dihadiahi kurma yang baik, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mengenalinya dan bertanya, “Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?” Mereka menjawab, “Tidak, akan tetapi kami menukar satu sha' dari jenis ini dengan dua sha' dan menukar dua sha' dengan tiga sha'.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu tidak boleh berbuat seperti itu lagi. Juallah kurma yang jelek dengan beberapa dirham kemudian belillah dengan dirham itu janiiban (jenis kurma terbaik).

[Shahih Muslim no. 2983]

Tatkala melarang sesuatu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan cara yang dibolehkan.

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan sekali-kali ada seorang dari kalian menginginkan kematian dikeranakan musibah yang menimpanya. Jika terpaksa harus melakukannya, maka hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma ahyini maa kaanatil hayaatu khairan lii, wa tawaffani idza kaanatil wafaatu khairan lii' (Ya Allah hidupkanlah aku, jika hidup lebih baik bagiku dan matikanlah aku jika kematian lebih baik bagiku).”

Rasulullah membuka pintu keselamatan bagimu, bukan pintu kesedihan. Mengharapkan kematian menunjukkan rasa kecewa dan ketidaksabaran terhadap keputusan Allah. Dengan membaca doa ini, seseorang menyerahkan urusannya kepada Allah, karena manusia tidak mampu mengetahui perkara ghaib; oleh karena itu, segala urusan diserahkan kepada Allah Ta'ala yang Maha Mengetahui.

Mengharapkan kematian adalah sikap tergesa-gesa yang bisa menghalangi seseorang dari berbagai kebaikan, seperti taubat dan tambahan amal shalih. Oleh karena itu, disebutkan dalam sebuah hadits: “Tidak ada seorang pun yang meninggal dunia melainkan dia menyesal. Jika dia orang baik, menyesal karena kebaikannya tidak bisa bertambah. Jika dia orang jahat, menyesal karena belum sempat bertaubat.” (Shahih Jami' At-Tirmidzi no. 2403)

Jika seseorang bertanya, "Bagaimana jika saya berkata, 'Ya Allah lanjutkan hidupku jika hidup lebih baik bagiku, dan cabutlah nyawaku jika kematian lebih baik bagiku?'" Maka kita jawab, "Ya, karena Allah mengetahui apa yang akan terjadi, sedangkan manusia tidak tahu. Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

Katakanlah (Muhammad), 'Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.' (QS. An-Naml: 27:65)

Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya esok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. (QS. Luqmân: 31:34)

Kamu tidak tahu; bisa jadi hidup lebih baik bagimu atau bisa juga kematian yang lebih baik bagimu."

Oleh karena itu, jika seseorang mendoakan orang lain agar dipanjangkan umurnya, hendaklah menambahkan dengan mengatakan, "Semoga Allah memanjangkan umurmu dalam ketaatan kepada-Nya." Agar panjang umurnya membawa kebaikan baginya.

Jika ada yang mengatakan bahwa Maryam binti Imran pernah meminta untuk mati, sebagaimana dia berkata, "Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan." (QS. Maryam: 19:23), bagaimana bisa dia melakukan sesuatu yang terlarang?

Jawabannya adalah:

  1. Syariat umat sebelum kita yang bertentangan dengan syariat kita bukanlah hujjah, karena syariat kita menasakh agama-agama sebelumnya.
  2. Maryam tidak meminta mati, tetapi berharap dirinya mati sebelum ujian itu menimpanya. Walaupun dia hidup selama seribu tahun, dia tidak meminta untuk segera mati.

 

yang penting baginya adalah mati tanpa berlumuran fitnah. Seperti yang diucapkan oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam, "Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang shalih." (QS. Yûsuf: 12:101). Hal ini tidak berarti bahwa dia meminta agar Allah mencabut nyawanya, tetapi dia meminta agar Allah mencabut nyawanya dalam keadaan muslim. Hal ini tidak mengapa, seperti halnya kamu mengatakan, "Ya Allah, cabutlah nyawaku dalam keadaan muslim, beriman, mengesakan Engkau, dan ikhlas," atau dengan berkata, "Cabutlah nyawaku saat Engkau meridhaiku." Atau ungkapan yang senada.

Harus dibedakan antara orang yang meminta kematian karena tertimpa musibah dan orang yang meminta kepada Allah agar dimatikan dalam keadaan tertentu dan diridhai oleh Allah. Sikap pertama dilarang oleh Rasulullah, sementara sikap kedua dibolehkan.

Rasulullah melarang seseorang untuk meminta kematian karena musibah yang menimpanya. Karena barangsiapa yang meminta kematian karena musibah berarti dia tidak sabar. Padahal wajib atasnya untuk bersabar terhadap musibah yang menimpanya serta mengharapkan pahala dari Allah Ta'ala.

sesungguhnya musibah yang menimpa dirimu, baik berupa gelisah, rasa gundah, sakit, atau bentuk lain, adalah penghapus kesalahan-kesalahanmu. Jika kamu mengharapkan pahala dari Allah Ta'ala, musibah tersebut dapat mengangkat derajatmu. Musibah atau sakit tidak akan kekal; itu pasti akan berakhir. Ketika berakhir, kamu akan mendapatkan pahala dari Allah Ta'ala dan Dia akan menghapuskan dosa-dosamu. Dengan demikian, musibah tersebut menjadi kebaikan bagimu.

Sebagaimana diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya menjadi kebaikan baginya. Hal itu hanya terjadi pada seorang mukmin; Jika dia mendapat kesenangan, dia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Jika tertimpa musibah, dia bersabar, maka hal itu menjadi kebaikan baginya." (Shahih Muslim no. 2999)

Orang mukmin selalu berada dalam kebaikan, baik dalam suka maupun duka.

Video



    
   

Guru dan Karyawan


Data Guru tidak ada

PPDB 2025-2026


Follow us


Kontak


Alamat :

Jl Dadali No. 12 Randugunting

Telepon :

0283 4534 123 - 0852-2527-3641

Email :

humaspsb2019@gmail.com

Website :

www.biastegal.sch.id

Media Sosial :

Berita Terbaru


Image

Benang Amal yang Terus Dirajut

Image

Fabel Cinta Alam Semesta

Image

Nafas Dzikir Setelah Hari Tasyrik

Image

Cahaya Itu Masih Menyala

Image

MENYEMBELIH HEWAN, MENAKLUKKAN HATI

Banner


Visitor