Bertahan dalam Ketidaknyamanan
Refleksi Bab
70 Riyadhus Shalihin – Keutamaan Bergaul dengan Manusia
Pindah tempat kerja itu tidak selalu
semanis promosi jabatan.
Kadang justru seperti menata ulang hidup dari nol.
Teman-teman lama yang sudah “satu napas” berganti dengan wajah-wajah baru yang…
yah, belum tentu klik.
Ada yang terlalu banyak bicara, ada yang diam tapi menusuk lewat komentar
dingin di grup,
dan ada juga pimpinan yang baik tapi tidak tegas —
membiarkan rapat berputar seperti kipas angin tanpa angin sejuknya.
Kita duduk di pojok ruangan,
mendengarkan obrolan yang terasa asing.
Dalam hati mungkin sempat bergumam,
“Kalau bukan karena penugasan, saya pasti sudah pamit.”
Tapi hidup tidak selalu memberi pilihan yang kita mau.
Kadang Allah justru menempatkan kita di situasi yang tidak nyaman
agar kita belajar sabar, lentur, dan memperluas hati.
Imam An-Nawawi menulis dalam Riyadhus
Shalihin,
orang yang mau bergaul dengan manusia dan sabar menghadapi gangguan mereka,
lebih utama daripada orang yang memilih menyendiri demi ketenangan.
Rasulullah ﷺ pun hidup di tengah masyarakat yang keras kepala,
bahkan sering menentang beliau.
Namun beliau tetap sabar, tersenyum, dan lembut dalam tutur.
Karena bagi beliau, bergaul dengan sabar adalah bagian dari ibadah.
Di masa kini, dunia kerja,
lingkungan, bahkan grup WhatsApp keluarga
kadang terasa lebih keras daripada batu kali.
Komentar tajam, sindiran halus, atau ego yang saling menonjol —
semuanya bisa bikin lelah.
Namun justru di situlah nilai sejati dari bergaul dengan manusia.
Bukan sekadar hadir dan berinteraksi,
tapi bagaimana kita tetap tenang, tidak terbawa arus emosi,
dan memilih diam ketika kata bisa berubah menjadi bara.
Bergaul itu bukan soal cocok atau
tidak cocok,
melainkan soal bagaimana kita menjaga hati di tengah perbedaan.
Kadang tetangga usil, kolega sinis, atau teman rapat yang suka ngatur,
semua itu bukan kebetulan.
Mereka adalah bagian dari pelajaran hidup yang Allah kirim,
agar kita tahu di mana batas sabar kita — dan bagaimana menumbuhkannya lagi.
Buya Hamka pernah berkata,
“Bergaul itu bukan mencari yang cocok,
tapi mencari cara agar tetap damai meski tak selalu cocok.”
Dan mungkin di situlah kuncinya: menerima bahwa hidup bersama orang lain
tidak selalu nyaman, tapi selalu mengajarkan sesuatu.
Maka ketika hari ini kita pulang
kerja dengan sedikit jengkel,
ingatlah, mungkin itulah cara Allah melatih hati agar lebih kuat.
Sebab di balik semua interaksi yang melelahkan itu,
ada kesempatan besar untuk naik kelas — bukan karier, tapi iman.
Keutamaan bergaul bukan diukur dari
seberapa banyak teman yang kita punya,
melainkan seberapa luas hati kita menampung mereka yang berbeda
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada






