
Serial : Petikan kitab Riyadus Sholihin Bab 3, Sabar
Berdamai dengan Kehidupan: Indahnya Memaafkan
dan Berlapang Dada
Seperti biasa dalam membahas suatu bab , imam nawawi
penyusun kitab Riyadus Sholihin selalu mencantumkan beberapa ayat Al quran untuk
memperkuat materi bahasan sebelum
menyampaikan hadist -hadist yang sohih. Dalam Bab 3 yang membicarakan tentang
Sabar , ada ayat 43 surat Asy- syura yang berbunyi
.
وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ
لَمِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ
Artinya: Tetapi orang yang bersabar
dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diutamakan,
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah hal tersebut benar-benar termasuk perkara yang benar yang
dianjurkan oleh Allah Swt. untuk dilakukan. Dengan kata lain, sifat memaafkan
kesalahan orang lain itu merupakan sikap yang disyukuri dan perbuatan yang
terpuji, pelakunya akan mendapat pahala yang berlimpah dan pujian yang baik.
Kehidupan ini memang tak selalu berjalan sesuai rencana.
Terkadang, kita merasa kecewa, terluka, atau bahkan marah karena situasi yang
tidak menyenangkan. Namun, di balik semua itu, ada kebijaksanaan yang perlu
kita pahami yaitu memaafkan dan berlapang
dada.
Orang lain mungkin
membuat kesalahan, mengabaikan kita, atau bertindak dengan cara yang
menyakitkan. Namun, kita harus ingat bahwa semua itu adalah bagian dari ujian
hidup.
Memaafkan bukanlah
tanda kelemahan, melainkan keberanian. Ketika kita memaafkan, kita melepaskan
beban emosi dan memberi ruang bagi kebahagiaan. Memaafkan juga mengikuti jejak
para nabi dan rasul yang selalu mengampuni.
Berlapang dada
artinya menerima kondisi apa adanya. Ketika kita berdamai dengan
ketidaknyamanan, kita bisa menikmati hidup lebih baik. Kita belajar untuk tidak
terlalu mempermasalahkan hal-hal kecil dan fokus pada kebahagiaan sejati.
Contoh dari Nabi Dan
Sahabat.
1.
Pengalaman Sahabat
Abu Bakar
.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى -يَعْنِي ابْنَ
سَعِيدٍ الْقَطَّانَ-عَنِ ابْنِ عَجْلان، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي
سَعِيدٍ،عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا شَتَمَ أَبَا
بَكْرٍ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ، فَجَعَلَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْجَبُ وَيَتَبَسَّمُ، فَلَمَّا
أَكْثَرَ رَدَّ عَلَيْهِ بَعْضَ قَوْلِهِ، فَغَضِبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَامَ، فَلَحِقَهُ أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ إِنَّهُ كَانَ يَشْتُمُنِي وَأَنْتَ جَالِسٌ، فَلَمَّا رَدَدْتُ عَلَيْهِ
بَعْضَ قَوْلِهِ غَضِبْتَ وَقُمْتَ! قَالَ: "إِنَّهُ كَانَ مَعَكَ مَلَكٌ
يَرُدُّ عَنْكَ، فَلَمَّا رَدَدْتَ عَلَيْهِ بَعْضَ قَوْلِهِ حَضَرَ الشَّيْطَانُ،
فَلَمْ أَكُنْ لِأَقْعُدَ مَعَ الشَّيْطَانِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Yahya (yakni Ibnu Sa'id Al-Qattan), dari Ibnu Ajlan,
telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abu Hurairah r.a.
yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki mencaci sahabat Abu Bakar
r.a, sedangkan Nabi Saw. saat itu duduk, lalu Nabi Saw. hanya tersenyum dan
merasa kagum. Tetapi ketika Abu Bakar r.a. membalas sebagian cacian yang
ditujukan terhadap dirinya, Nabi Saw. kelihatan marah, lalu bangkit. Maka Abu
Bakar menyusulnya dan bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
ketika dia mencaciku engkau tetap dalam keadaan duduk, Tetapi ketika aku
membalas caciannya, engkau kelihatan marah dan meninggalkan tempat duduk."
Nabi Saw. menjawab: Sesungguhnya
pada mulanya ada malaikat yang bersamamu membela dirimu. Tetapi ketika engkau
membalas terhadapnya sebagian dari caciannya (malaikat itu
pergi) dan datanglah setan, maka aku tidak mau duduk bersama setan.
2.Nabi Yusuf Alaihisaalam
Di antara orang-orang shaleh, para kekasih Allah, yang
mampu memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain kepadanya adalah Nabiyullah
Yusuf alaihi shalatu wa sallam. Saudara-saudaranya membencinya sejak kecil. Iri
kepadanya. Mereka berencana memisahkan Yusuf kecil dari tangan ayahnya.
Diambillah darah kambing, lalu mereka robek jubahnya. Mereka berniat untuk
membunuh nabi Yusuf dengan menjatuhkannya ke dalam sumur.
Beliau hidup menderita dibawa kafilah dagang ke negeri
Mesir. Nun jauh di sana. Dijual sebagai budak dengan nilai yang teramat murah.
Terhitung, peristiwa memilukan tersebut terjadi hampir empat puluh tahun
lamanya. Ya, empat puluh tahun terpisah dari pelukan sang ayah.
Kemudian apa yang terjadi? Setelah Allah mengangkat
Yusuf menjadi nabi. Setelah Allah membebaskannya dari perbudakan. Menjadikannya
bendaharawan Al-Aziz, raja Mesir. Setelah negeri Mesir berada di bawah
kekuasaannya. Dan saudara-saudaranya yang dahulu berusaha membunuhnya datang.
Memohon belas kasihan.
Di saat Nabi Yusuf memiliki kuasa atas mereka, apa
yang beliau katakan,
قَالَ لَا
تَثْرِيْبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَۗ يَغْفِرُ اللّٰهُ لَكُمْ ۖوَهُوَ اَرْحَمُ
الرّٰحِمِيْنَ
“Dia (Yusuf) berkata, “Pada hari ini tidak ada cercaan
terhadap kalian, mudah-mudahan Allah mengampuni kalian. Dan Dia Maha Penyayang
di antara para penyayang.” (QS. Yusuf: 92)
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada