
Romadhon: Momentum Transformasi Diri
Ramadan bukan sekadar ritual menahan
lapar dan haus. Ia adalah bulan penuh keberkahan yang seharusnya menggugah
semangat, bukan malah melemahkannya. Sayangnya, banyak orang salah kaprah.
"Turu nebu ibadah," katanya. Tidur dianggap ibadah, padahal maksudnya
bukan sekadar tidur, melainkan istirahat untuk menguatkan ibadah dan aktivitas.
Ramadan bukan bulan bermalas-malasan, melainkan bulan untuk menggelorakan
energi spiritual dan sosial.
Banyak hal yang membatalkan puasa,
tetapi lebih banyak lagi yang membatalkan pahalanya. Kalau sekadar batal puasa,
masih bisa diganti dengan qadha. Tapi kalau pahala yang batal? Puasa tetap sah,
tapi tak ada nilai di sisi Allah. Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi
yang mereka dapatkan hanya rasa lapar dan dahaga belaka. Sama seperti sholat,
ada orang yang sholat tapi tetap celaka. Kenapa? Karena niatnya bukan untuk
Allah, melainkan hanya untuk menggugurkan kewajiban.
Tiga
Tahapan Menyambut Ramadan: Tarhib, Targhib, dan Tarkhib
Pertama, tarhib, menyambut
Ramadan dengan penuh kegembiraan dan penghormatan. Bukan malah takut, bukan
malah sedih. Ramadan adalah rahmat besar. Malanglah orang yang diberi
kesempatan hidup, bertemu Ramadan, tetapi tetap keluar dari bulan suci ini
tanpa mendapatkan ampunan Allah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
"Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu supaya kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
Kedua, targhib, mengajak dan
memotivasi diri sendiri serta orang lain untuk memanfaatkan Ramadan dengan
optimal. Ini bukan sekadar ritual tahunan, tetapi momentum memperbaiki diri,
memperbaiki ibadah, dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan Allah.
مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa
yang berpuasa Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga, tarkhib, memberikan
peringatan kepada mereka yang menyia-nyiakan Ramadan. Mereka yang tak punya
semangat dan persiapan, yang Ramadan datang justru merasa terbebani. Padahal,
Ramadan adalah bulan spesial. Jika tidak merasakan perubahan setelah Ramadan,
ada yang perlu dikoreksi dalam cara kita beribadah.
رَغِمَ أَنْفُ مَنْ
دَخَلَ رَمَضَانَ ثُمَّ لَمْ يُغْفَرْ لَهُ
"Celakalah
seseorang yang masuk Ramadan, kemudian keluar (Ramadan) dan belum diampuni
(dosanya)." (HR.
Tirmidzi)
Ramadan
Sebagai Titik Awal Perubahan
Agar Ramadan tidak berlalu begitu
saja, kita perlu punya starting point. Mulailah dari checklist
sederhana. Misalnya:
- Bangun tidur: Baca doa dan
zikir. Sunnahnya, membaca surah Al-Falaq dan An-Naas.
- Sahur: Jangan lewatkan, karena
ada keberkahan di dalamnya.
- Menyimak dan menjawab azan
Subuh: Jangan sampai azan Subuh berkumandang, tapi kita bahkan tidak
mendengarnya.
- Sholat Subuh di masjid, di shaf
pertama: Sahabat Nabi berebut untuk shaf pertama, karena pahalanya luar
biasa.
- Duduk setelah Subuh untuk
berdzikir: Lanjutkan dengan tilawah atau kajian hingga waktu dhuha, lalu
sholat dua rakaat. Pahalanya setara dengan haji dan umrah!
- Menjaga dzikir setelah sholat:
Jangan buru-buru pergi, karena ini amalan yang sangat dianjurkan.
- Menutup hari dengan doa dan
dzikir sebelum tidur: Bacalah ayat kursi, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan
An-Naas, agar tidur kita menjadi ibadah.
Kalau kita bisa menjaga rutinitas
ini, Ramadan bukan sekadar lewat, tetapi benar-benar mengubah hidup kita.
Pengingat:
Jangan Sampai Ramadan Berlalu Sia-Sia
Sebuah peringatan penting: Jangan
sampai Ramadan datang dan pergi tanpa makna. Banyak orang beribadah di bulan
Ramadan, tapi tetap tak mendapatkan ampunan. Rasulullah pernah mengingatkan
bahwa orang yang keluar dari Ramadan tanpa diampuni adalah orang yang celaka.
Bulan ini adalah momentum. Jangan
biarkan ia lewat tanpa perubahan. Jadikan Ramadan sebagai langkah awal menuju
kehidupan yang lebih baik, bukan sekadar seremonial tahunan tanpa makna.
Semoga Allah memberikan kita taufik
dan hidayah untuk memanfaatkan Ramadan sebaik-baiknya. Aamiin.
Bulan Ramadan segera tiba. Sebuah
momen yang penuh berkah, ampunan, dan peluang untuk meningkatkan kualitas
ibadah kita. Wajar jika ada rasa lemas atau malas dalam menjalankan ibadah
puasa. Itu adalah bagian dari ujian. Namun, keyakinan bahwa puasa adalah ibadah
yang tidak hanya menjadi bentuk kepatuhan kepada Allah, tetapi juga membawa
manfaat bagi jasmani dan rohani, harus menjadi motivasi utama kita.
Lihatlah kupu-kupu. Sebelum menjadi
makhluk yang indah, ia harus mengalami fase kepompong—berpuasa dari dunia luar.
Begitu juga dengan kita. Ramadan adalah kesempatan untuk melangsungkan
"metamorfosis" spiritual. Sebulan penuh kita diberi kesempatan untuk
"melungsumi" diri, melepaskan kebiasaan buruk, dan membangun
kebiasaan baik.
Dalam tradisi Islam, ada tiga konsep
utama dalam menyambut Ramadan: Tarhib, Targhib, dan Tarkhib. Tarhib
berarti penyambutan dengan penuh kehormatan. Ramadan adalah tamu agung yang
harus kita siapkan dengan baik. Layaknya menyambut tamu istimewa, kita tidak
boleh asal-asalan. Persiapan harus dilakukan, baik secara fisik maupun mental.
Lalu ada Targhib, yaitu
motivasi untuk meningkatkan amal ibadah. Inilah saatnya kita membangkitkan
semangat untuk meraih keutamaan Ramadan. Rasulullah SAW memperbanyak puasa di
bulan Sya'ban sebagai persiapan fisik agar saat Ramadan tiba, tubuh sudah
terbiasa. Begitu pula dengan ibadah lainnya—membaca Al-Qur'an, shalat malam,
dan sedekah harus mulai ditingkatkan sejak sekarang.
Kemudian ada Tarkhib, yaitu
peringatan agar tidak terjebak dalam godaan yang bisa mengurangi pahala puasa.
Tantangan terbesar bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjaga
hati dan lisan. Percuma menahan diri dari makan dan minum jika masih terjerumus
dalam ghibah, dusta, dan perbuatan sia-sia.
Sejarah mencatat bahwa Ramadan bukan
bulan untuk bermalas-malasan. Perang Badar terjadi di bulan Ramadan, di mana
hanya dengan 313 pasukan, kaum Muslimin mengalahkan 1.300 pasukan Quraisy.
Kemenangan itu bukan karena kekuatan fisik semata, tetapi karena semangat dan
iman yang membara. Begitu pula dengan kita—puasa seharusnya bukan alasan untuk
melemah, melainkan menjadi sumber energi spiritual yang luar biasa.
Maka, mari kita songsong Ramadan
dengan penuh kegembiraan. Jadikan bulan suci ini sebagai momentum perubahan.
Jangan sampai terjebak dalam jebakan "puasa formalitas"—menjalankan
ibadah hanya sebagai rutinitas tanpa ruh. Ramadan adalah kesempatan untuk
menjadi pribadi yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih dekat dengan Allah SWT.
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada