
Menua Bukan Tanpa Makna
Didasarkan pada Bab 12 Riyadus
Shalihin: Anjuran Memperbanyak Amal di Usia Senja
وَأَلَمْ
نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ
"Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk
berfikir bagi orang yang mau berfikir? Dan apakah tidak datang kepada kamu
pemberi peringatan?"
(QS. Fathir: 37)
Rasulullah ﷺ bersabda:
"أَعْذَرَ
اللَّهُ إِلَى ٱمْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ حَتَّى بَلَّغَهُ سِتِّينَ سَنَةً."
"Allah tidak lagi memaklumi seseorang yang Dia tangguhkan ajalnya
hingga mencapai enam puluh tahun."
(HR. Bukhari)
Masa tua seringkali dianggap sebagai
waktu menepi, menunggu, atau bahkan mengendurkan semangat ibadah. Padahal,
dalam pandangan Islam, usia senja justru adalah kesempatan emas yang tidak
dimiliki semua orang. Tak semua orang diberi umur panjang hingga bisa sampai di
usia enam puluh tahun ke atas. Ayat dan hadits di atas mengingatkan kita dengan
sangat lembut namun dalam, bahwa umur panjang bukan sekadar anugerah, tapi juga
bentuk peringatan. Jangan sampai umur yang sudah cukup panjang itu berlalu
tanpa pertobatan, tanpa persiapan untuk kembali kepada-Nya. Allah telah
memberikan cukup waktu untuk merenung, dan menghadirkan berbagai pemberi
peringatan—ulama, keluarga, sakit, atau wafatnya orang-orang yang kita kasihi.
Maka sungguh, tak ada lagi alasan untuk menunda amal. Menurut Imam An-Nawawi
dalam Riyadus Shalihin bab ke-12, justru masa-masa inilah yang sangat
dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh, karena siapa pun yang telah diberi
usia lanjut telah diberi kesempatan istimewa oleh Allah untuk menghapus kesalahan
dan menanam kebaikan.
Menua bukan sekadar fase menua
secara biologis. Ia adalah sinyal cinta dari Allah agar kita punya lebih banyak
waktu untuk mendekat, untuk membersihkan jiwa, dan memperbanyak bekal. Bila di
masa muda kita sibuk mencari dunia, maka di masa tua inilah waktunya kita
serius menata akhirat.
Menjelang usia lanjut, manusia
memang menghadapi berbagai ujian. Umumnya terbagi menjadi tiga. Pertama, fisik
yang mulai melemah. Tenaga tak lagi seperti dulu. Langkah melambat, penglihatan
memudar, bahkan salat pun mungkin perlu dibantu kursi. Namun bukankah Allah
menilai usaha, bukan hasil fisik semata? Kedua, ujian mental dan batin, mulai
dari rasa khawatir akan kematian, kesepian, hingga kecemasan tentang masa depan
anak dan cucu. Ketiga, ujian sosial. Peran dan posisi dalam keluarga atau
masyarakat mulai bergeser. Tapi di balik semua itu, terbuka ladang pahala yang
sangat luas: dengan bersabar, berdzikir, menjadi teladan, dan menjadi penguat
iman bagi generasi setelahnya.
Lalu, apa yang bisa dilakukan di
usia senja? Banyak. Mulai dari memperbanyak istighfar dan membaca Al-Qur’an,
menjaga salat wajib dan menambah yang sunnah, memperbanyak sedekah, hingga
aktif dalam kegiatan sosial atau majelis ilmu. Bahkan menyambung silaturahmi,
memaafkan yang lalu, dan menata hati pun termasuk amal yang besar nilainya. Ini
semua adalah bentuk syukur atas umur panjang yang diberikan.
Menjadi tua bukanlah tanda bahwa
semua telah usai. Sebaliknya, ini adalah fase paling bermakna untuk menjemput
husnul khatimah dengan penuh kesadaran dan kesungguhan. Maka, jangan sia-siakan
waktu yang tersisa. Jangan sampai kita termasuk orang yang menyesal karena
telah diberi umur namun tetap abai. Selama hayat masih dikandung badan, mari
kita isi usia senja ini dengan cahaya amal dan keikhlasan, agar kelak saat
berpulang, kita kembali dalam keadaan terbaik.
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada