
Irama Ibadah yang Menenangkan
Di suatu malam, seorang pemuda
terlihat begitu semangat menjalankan ibadah. Hampir setiap malam ia bangun
untuk tahajud tanpa henti. Di siang harinya ia berpuasa terus-menerus, dan ia
memutuskan untuk tidak menikah agar bisa fokus sepenuhnya pada ibadah. Ia
merasa jalan menuju surga adalah dengan memperbanyak amalan tanpa jeda.
Di sisi lain, ada yang berkata,
"Saya cukup menjadi orang baik saja. Tak perlu banyak salat, puasa, atau
amalan sunnah. Yang penting hati saya bersih." Ia mengabaikan sebagian
kewajiban, merasa bahwa niat baik cukup tanpa amal nyata.
Dua kisah ini mencerminkan dua kutub
ekstrem: yang satu terlalu berlebihan dalam ibadah, yang lainnya terlalu
longgar dalam menjalankan ajaran agama. Padahal Islam hadir sebagai jalan
tengah—jalan keseimbangan.
طه ١ مَآ
أَنزَلْنَا عَلَيْكَ ٱلْقُرْءَانَ لِتَشْقَىٰ ٢
“Tha-Ha. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar engkau menjadi
susah.”
(QS. Thaha: 1–2)
Imam Nawawi dalam Riyadhus
Shalihin, Bab 14 "Bab Larangan Berlebihan dalam Ibadah",
mencantumkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu hari, tiga
sahabat datang menanyakan ibadah Nabi ﷺ. Setelah mendengar penjelasan dari
istri-istri beliau, mereka merasa ibadah Nabi "terlihat biasa"
dibanding yang mereka harapkan. Maka salah satu dari mereka berkata: "Aku
akan salat malam selamanya." Yang lain berkata: "Aku akan puasa
terus-menerus, tak akan berbuka." Yang ketiga berkata: "Aku tidak
akan menikah agar tidak terganggu ibadahku."
Rasulullah ﷺ pun bersabda:
قَالَ: أَنْتُمُ
ٱلَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا؟ أَمَا وَٱللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ
وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ،
وَأَتَزَوَّجُ ٱلنِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
“Kalianlah yang berkata demikian dan
demikian? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada
Allah di antara kalian dan paling bertakwa kepada-Nya, namun aku berpuasa dan
berbuka, aku salat dan tidur, dan aku menikahi wanita. Maka barang siapa yang
tidak suka kepada sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Rasul bukan melarang ibadah, tetapi
mengajarkan bahwa ibadah itu harus mengakar dalam keseharian, bukan memutus
dari kehidupan. Beliau sendiri salat malam hingga bengkak kakinya, namun tetap
menjaga keseimbangan dalam keluarga, istirahat, dan membimbing umat.
وَإِنَّ أَحَبَّ ٱلْأَعْمَالِ إِلَى ٱللَّهِ
أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
"Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang paling terus-menerus,
meskipun sedikit."
(HR. Bukhari & Muslim)
Bahaya
Berlebihan dalam Ibadah
Di masa kini, sikap berlebihan dalam
beribadah dapat menimbulkan sejumlah dampak negatif:
- Kesehatan fisik terganggu: kurang tidur karena
memaksakan qiyamul lail setiap malam tanpa istirahat cukup.
- Gangguan psikologis: merasa bersalah terus-menerus
karena merasa belum cukup ibadah, hingga muncul kecemasan religius.
- Ketidakseimbangan sosial: menomorduakan keluarga,
pasangan, atau tanggung jawab kerja dengan dalih ingin lebih dekat kepada
Allah.
- Kecenderungan menyalahkan orang
lain yang ibadahnya “tidak
sebanyak” dirinya, hingga muncul sikap sombong spiritual.
- Mudah futur: ketika tubuh dan jiwa lelah,
maka bisa langsung meninggalkan semuanya karena kecewa atau burn out.
Sebaliknya, terlalu minimalis juga
berbahaya. Melalaikan kewajiban, tidak menjaga salat, tidak menumbuhkan amal,
akan menjadikan jiwa kosong dan jauh dari cahaya Allah.
Islam bukan agama yang memaksakan,
tetapi juga bukan agama yang bisa dijalani tanpa komitmen. Jalan tengahnya
adalah dengan menjaga niat, menjaga ritme, dan memelihara konsistensi.
Mari belajar dari teladan Rasulullah
ﷺ yang beribadah dengan cinta, bukan keterpaksaan. Beliau memberi ruang untuk
keluarga, sahabat, dan umat, sambil menjaga hubungannya dengan Allah secara
utuh dan seimbang. Inilah irama ibadah yang menenangkan: kontinu, manusiawi,
dan penuh cinta.
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada