Itsar: Seni Mengutamakan Orang Lain

(Inspirasi Riyadhus Shalihin Bab 62)

Sore hari di Jakarta. Commuter line padat, penumpang berdesakan, wajah-wajah letih pulang kerja memenuhi gerbong. Seorang ibu Muslimah lansia masuk, langkahnya pelan. Seorang pemuda berdiri, lalu dengan penuh hormat berkata:

“Ibu, silakan duduk di kursi saya.”

Senyum sang ibu mengembang. “Nak, semoga Allah membalas kebaikanmu,” ucapnya pelan.
Di tengah riuh kota, hadir keteduhan.
Inilah itsar: seni Mengutamakan  orang lain, meski kita sendiri juga butuh.

Rasulullah ﷺ bersabda tentang kaum Asy‘ariyyin:

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
«
إِنَّ الْأَشْعَرِيِّينَ إِذَا أَرْمَلُوا فِي الْغَزْوِ، أَوْ قَلَّ طَعَامُ عِيَالِهِمْ بِالْمَدِينَةِ، جَمَعُوا مَا كَانَ عِنْدَهُمْ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، ثُمَّ اقْتَسَمُوهُ بَيْنَهُمْ فِي إِنَاءٍ وَاحِدٍ بِالسَّوِيَّةِ، فَهُمْ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ»
(HR. Bukhari dan Muslim)

Terjemah:
"Sesungguhnya orang-orang Asy‘ariyyin, apabila kehabisan bekal dalam peperangan atau makanan keluarga mereka di Madinah berkurang, mereka mengumpulkan apa yang ada pada mereka dalam satu kain, lalu membaginya rata di antara mereka dalam satu wadah. Mereka itu bagian dariku dan aku bagian dari mereka."

Penjelasan Kekinian

Hadis ini menunjukkan betapa Rasulullah ﷺ mengagumi sikap kebersamaan kaum Asy‘ariyyin. Mereka tidak berpikir “asal saya cukup”, tetapi “bagaimana semua bisa cukup”. Bayangkan, di saat lapar melanda, justru mereka mengumpulkan sisa makanan untuk dibagi rata.

Kalau ditarik ke masa kini, spirit ini sangat relevan. Misalnya, dalam perjalanan jauh, kita tidak menutup bekal sendiri, tapi rela berbagi dengan teman yang kehabisan. Atau di kantor, ada yang ketinggalan makan siang, kita sisihkan sebagian makanan kita. Sederhana, tapi itulah itsar.

Rasulullah ﷺ menutup hadis ini dengan kalimat indah: “Mereka bagian dariku, dan aku bagian dari mereka.” Artinya, siapa pun yang mempraktikkan sikap itsar sesungguhnya sedang meneladani akhlak Rasulullah ﷺ, dan itu menjadi tanda kedekatan dengan beliau.

Ayat yang sejalan:

وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ
“Dan mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.”

(QS. Al-Hasyr: 9)

Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menegaskan bahwa itsar bukan hanya soal harta. Kadang wujudnya adalah kesempatan, perhatian, bahkan kursi di kereta. Orang yang mampu itsar adalah orang yang hatinya lapang. Sebaliknya, egoisme adalah tanda hati yang sempit.

Namun, Buya mengingatkan dengan tegas: itsar tidak berlaku dalam urusan ibadah wajib.
Tidak boleh seseorang berkata, “Kamu saja yang shalat, saya rela ketinggalan pahala.” Dalam ibadah, setiap orang wajib berusaha sendiri mencari ridha Allah.

Itsar berlaku dalam urusan sosial dan duniawi: berbagi bekal, mengalahkan kursi, memberi jalan di jalan raya.

Itsar bisa hadir dalam banyak ruang kehidupan:

  • Di commuter line: anak muda mempersilakan lansia duduk lebih dulu.
  • Di ruang tunggu dokter: pasien yang masih kuat rela mengalah, mempersilakan yang sakit lebih berat masuk lebih dulu.
  • Di perjalanan: kendaraan besar melambat memberi jalan kendaraan kecil.
  • Di perhelatan: tamu yang lebih muda mempersilakan yang sepuh duduk di depan.
  • Di rumah tangga: menyisihkan lauk terakhir untuk anggota keluarga lain.

Mengapa Itsar Membahagiakan

Psikologi modern membuktikan: menolong orang lain memicu hormon bahagia—endorfin dan oksitosin. Islam sudah mengajarkan sejak lama: mendahulukan orang lain bukan kehilangan, melainkan menambah ketenangan.

Itsar bukan soal kehilangan, melainkan tentang memperluas ruang hati. Ia adalah seni memuliakan orang lain—seni yang membuat hidup bersama lebih teduh.

Di kota yang serba cepat, ketika orang sibuk mendahulukan dirinya sendiri, sikap itsar jadi oasis. Sebuah pengingat: hidup bukan hanya “aku dapat apa”, tapi “apa yang bisa kuberikan agar orang lain merasa dimuliakan.”

Buya Hamka menulis: “Orang yang besar bukanlah yang banyak mengambil, melainkan yang banyak memberi. Dan orang yang lapang bukanlah yang luas rumahnya, melainkan yang luas hatinya.”

Itsar adalah jalan menuju kelapangan hati itu. Sebuah seni mengutamakan orang lain—yang justru meninggikan martabat diri kita sendiri.

Video



    
   

Guru dan Karyawan


Data Guru tidak ada

PPDB 2026-2027


Follow us


Kontak


Alamat :

Jl Dadali No. 12 Randugunting

Telepon :

0283 4534 123 - 0852-2527-3641

Email :

humaspsb2019@gmail.com

Website :

www.biastegal.sch.id

Media Sosial :

Berita Terbaru


Image

Berlomba dalam Senyap

Image

Itsar: Seni Mengutamakan Orang Lain

Image

Menjadi Kaya dengan Berbagi

Image

Kebiasaan Kecil yang Menghidupkan

Image

Bakti yang Tak Pernah Usai

Banner


Visitor