
Berlomba dalam Senyap
(inspirasi Riyadus Sholihin bab 63)
Di dunia, manusia begitu bersemangat
berebut. Kita rela antri panjang demi tiket konser, menunggu berjam-jam untuk
secangkir kopi diskon, bahkan berdesakan di pasar murah. Semua demi kenikmatan
yang sebentar saja lewat.
Tapi ada perlombaan lain yang jarang
diramaikan. Lomba tanpa antrian kasat mata, tanpa promosi gegap gempita. Sebuah
perlombaan dalam senyap, yang hadiahnya jauh lebih agung: surga.
Rasulullah ﷺ pernah diberi minum.
Beliau meneguknya, lalu menoleh ke kanan dan ke kiri. Di kanan ada seorang
pemuda, di kiri duduk orang-orang tua. Rasulullah ﷺ berkata kepada si pemuda:
"Apakah engkau mengizinkan aku memberikan minuman ini kepada
mereka?"
Pemuda itu adalah Abdullah bin
‘Abbas RA, sepupu Nabi ﷺ yang kelak dikenal sebagai Turjumanul Qur’an
— ahli tafsir paling muda, cerdas, dan sangat taat kepada Rasulullah ﷺ. Dengan
penuh semangat ia menjawab:
"Demi Allah, wahai Rasulullah, aku tidak akan mendahulukan seorang pun
atas bagianku darimu."
(HR. Bukhari-Muslim)
Dari kisah itu kita belajar, dalam
urusan dunia memang baik mengalah. Tetapi dalam urusan akhirat, kita
dituntut berani menjaga hak, bersegera, dan tak ragu berlomba dalam kebaikan.
Al-Qur’an mengabadikan semangat itu:
خِتَامُهُ مِسْكٌ ۚ
وَفِي ذَٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
"Penutupnya
adalah kesturi. Dan untuk kebahagiaan akhirat itu hendaknya orang-orang
berlomba-lomba."
(QS. Al-Muthaffifin: 26)
Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya
Hamka menjelaskan bahwa ayat ini adalah sindiran halus: jika manusia begitu
bernafsu mengejar kenikmatan dunia, seharusnya mereka lebih bersemangat
mengejar nikmat akhirat. Karena minuman surga yang harum dan abadi itu jauh
lebih layak diperebutkan dibanding segelas manis fana di dunia.
Maka, berlombalah. Tapi lakukan
dalam senyap. Tak perlu siaran langsung amalmu. Tak usah sertifikat
penghargaan. Biarkan surga yang mencatat.
Jika dunia sanggup membuat kita rela
antri panjang dan berdesakan demi diskon sesaat, mengapa kita tak sanggup
bersegera dalam kebaikan yang pahalanya abadi?
Di situlah arti sejati berlomba
dalam senyap—perlombaan tanpa sorak, tapi ditonton langit.
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada