
Ziarah yang Menghidupkan
(Riyadus
Sholihin Bab 66: Dianjurkannya Ziarah Kubur bagi Laki-laki)
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ
فَزُورُوهَا، فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْمَوْتَ
“Dulu aku
melarang kalian berziarah kubur. Sekarang, berziarahlah, karena ia mengingatkan
kalian pada kematian.”
(HR. Muslim)
🌾 Ayat Pengingat
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
حَتَّىٰ
زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
“Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu,
sampai kamu masuk ke dalam kubur.”
(QS. At-Takatsur: 1–2)
Di tengah dunia yang makin riuh —
orang mengejar karier, menata rumah, dan berlomba menampilkan pencapaian — ada
satu tempat yang justru menghadirkan keheningan sekaligus kesadaran: kuburan.
Tempat itu sunyi, tapi justru di
sanalah kita mendengar suara yang paling jujur dari hati sendiri.
Ziarah kubur bukan sekadar datang,
menabur bunga, dan berdoa. Ia adalah ziarah jiwa, perjalanan untuk
menyadari bahwa hidup ini sementara.
Dan anehnya, justru di depan makam itulah kita merasa hidup kembali — karena
ingat betapa berharganya waktu, keluarga, dan amal.
Buya Hamka menulis dengan renung
yang dalam:
“Manusia
asyik bermegah-megahan — memperbanyak harta, anak, pengikut, atau kekuasaan.
Lalu Allah berfirman: hingga kamu menziarahi kubur. Saat itu baru sadar, semua
yang diperebutkan telah selesai. Di situlah manusia baru jujur melihat dirinya
sendiri.”
Beliau melanjutkan,
“Maka ziarah
kubur bukan untuk meminta kepada yang mati, tetapi untuk menegur diri yang
masih hidup. Agar mata hati terbuka, dan kesadaran kembali bersemi.”
Buya menutup tafsir ayat ini dengan
kalimat yang menggigit:
“Orang yang
hidupnya jujur menatap kubur, akan hidup lebih berharga daripada yang berpaling
dari kematian.”
Bagi banyak orang modern, kematian
adalah topik yang dihindari. Padahal, justru mengingat kematian membuat hidup
lebih terarah.
Ziarah kubur menumbuhkan empati — sebab di sana semua orang sama. Tidak ada
gelar, jabatan, atau saldo rekening. Yang tersisa hanya amal dan doa.
Kita sering datang dengan bunga,
tapi pulang membawa kesadaran baru:
bahwa hidup bukan tentang menambah, tapi menyiapkan.
Ziarah itu ibarat charging
spiritual — menenangkan hati yang lelah bekerja, memaafkan yang belum
selesai, dan melatih diri untuk ikhlas.
🌺 Pelajaran dan Renungan
- Ziarah menumbuhkan empati. Mengingatkan kita akan waktu
yang akan tiba untuk semua.
- Ziarah menata prioritas. Menyadarkan bahwa banyak hal
yang kita anggap penting ternyata sementara.
- Ziarah menghidupkan niat. Mendorong kita untuk
memperbaiki hubungan, memperbanyak amal, dan berbuat baik tanpa pamrih.
Ziarah kubur bukan perjalanan menuju
kematian — tapi pelatihan untuk hidup lebih benar.
Ketika berdiri di depan pusara, sebenarnya kita sedang bercermin pada diri
sendiri:
Sudahkah aku siap bila esok menjadi nama yang diziarahi?
“Ziarah yang paling indah bukan
sekadar meneteskan air mata di makam,
tapi meneteskan kesadaran di hati yang hidup.”
(— Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar )
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada