
Petikan Serial Riyadussholihin Bab 3 tentang,Sabar
JIHAD DAN KESABARAN :UJIAN KUALITAS IMAN
Inilah
ayat terakhir yang dicantumkan Imam Nawawi untuk memperkuat pembahasan dalam Bab 3 Yang membahas perihal Sabar ,
disana AllahSWT berfirman
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتّٰى نَعْلَمَ الْمُجٰهِدِيْنَ مِنْكُمْ
وَالصّٰبِرِيْنَۙ وَنَبْلُوَا۟ اَخْبَارَكُمْ
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan
menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di
antara kamu.” (QS. Muhammad: 47: 31)
Yakni, Allah menguji hamba-Nya dengan
mewajibkan jihad atas mereka, agar Allah dapat mengetahui siapa yang sabar dan
siapa yang tidak sabar. Oleh kerana itu, Allah Ta'ala berfirman di dalam ayat
lain:
ذَٰلِكَ وَلَوْ
يَشَآءُ ٱللَّهُ لَٱنتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَا۟ بَعْضَكُم بِبَعْضٍ
ۗ وَٱلَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَلَن يُضِلَّ أَعْمَٰلَهُمْ
سَيَهْدِيْهِمْ وَيُصْلِحُ بَالَهُمْۚوَيُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ
عَرَّفَهَا لَهُمْ
“Apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan
membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan yang lain.
Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan
amal mereka. Allah akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan
mereka. Dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenankan-Nya
kepada mereka.”
(QS. Muhammad: 47: 4-6)
Yakni, Allah menguji hamba-Nya dengan
mewajibkan jihad atas mereka, agar Allah dapat mengetahui siapa yang sabar dan
siapa yang tidak sabar. Oleh kerana itu, Allah Ta'ala berfirman di dalam ayat
lain:
Firman Allah pada surat Muhammad 31,
“Agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad.”
Orang yang dangkal ilmunya menduga bahwa
berdasarkan ayat ini, Allah tidak mengetahui sesuatu hingga terjadi. Ini tidak
benar, kerana Allah Maha Mengetahui segala sesuatu sebelum hal itu terjadi,
sebagaimana Allah Ta'ala berfirman,
اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا فِى
السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِۗ اِنَّ ذٰلِكَ فِيْ كِتٰبٍۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ
يَسِي ٧٠
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan dibumi?”
Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuuzh).
Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.”
(QS. Al-Hajj: 22: 70)
Barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah
tidak mengetahui sesuatu kecuali setelah terjadi, berarti dia telah mendustakan
ayat ini dan ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah Ta'ala mengetahui
segala sesuatu sebelum itu terjadi!!
Pengetahuan yang dimaksud dalam ayat 31
surat Muhammad, “Agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad,” yaitu
pengetahuan yang mempunyai konsekuensi pemberi pahala atau siksa.
Karena pengetahuan Allah terhadap sesuatu yang belum terjadi tidak ada
konsekuensi apa pun terhadap perbuatan manusia, kerana manusia tidak diberikan
ganjaran hingga jelas bagaimana sikapnya. Jika sudah diuji, barulah jelas bahwa
dia berhak mendapatkan pahala atau siksa.
Berangkat dari hal tersebut, kita pahami
bahwa maksud firman-Nya, “Agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad,”
adalah pengetahuan yang berkonsekuensi pada pemberian pahala.
Sebagian ulama mengatakan bahwa maksud
firman-Nya, “Agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad” adalah sampai
(perbuatan itu) nampak. Kerana pengetahuan Allah terhadap sesuatu sebelum hal
itu terjadi adalah pengetahuan bahwa hal itu akan terjadi, sedangkan
pengetahuan-Nya terhadap sesuatu setelah hal itu terjadi, adalah pengetahuan
bahwa hal itu sungguh sudah terjadi. Dan kedua pengetahuan ini berbeda.
Akan lebih jelas lagi perbedaannya jika
ada orang yang berkata kepadamu, “Saya akan melakukan sesuatu besok.” Saat ini
kamu tahu tentang kabar yang akan dia lakukan .
Jika keesokan harinya dia benar-benar
melakukan hal itu, maka kamu punya pengetahuan lain, yakni pengetahuan bahwa
saat ini dia benar-benar telah melakukannya. Ini dua sisi dalam memahami
tafsiran firman-Nya, “Agar Kami mengetahui.”
Dan firman-Nya, “Orang-orang berjihad,”
yaitu, mereka adalah orang-orang yang mengerahkan segenap kemampuannya untuk
meninggikan kalimat Allah. Hal ini mencakup orang yang berjihad dengan ilmunya
dan dengan senjata. Keduanya adalah orang yang berjihad di jalan Allah.
Orang yang berjihad dengan ilmunya, dia
menuntut ilmu dan mengajarkan serta menyebarkannya di tengah masyarakat, dia
menjadikannya sebagai sarana demi menegakkan syariat Allah. Orang itu disebut mujahid.
Dan orang yang mengangkat senjata untuk memerangi musuh, dia juga mujahid
di jalan Allah, apabila maksud dari kedua perbuatan itu (jihad )demi
meninggikan kalimat Allah.
Dan firman-Nya, “Dan bersabar.”
Yakni orang-orang yang bersabar terhadap
jihad yang dibebankan Allah atas dirinya, dia emban dan dia laksanakan tugas
itu dengan baik.
Ayat 31 Surat Muhammad berhubungan
dengan ayat sebelumnya ayat 30 yang berbunyi
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَاَرَيْنٰكَهُمْ
فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيْمٰهُمْۗ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِيْ لَحْنِ الْقَوْلِۗ
وَاللّٰهُ يَعْلَمُ اَعْمَالَكُمْ
Seandainya Kami berkehendak, niscaya Kami menunjukkan mereka
kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau benar-benar dapat mengenali mereka
melalui tanda-tandanya. Engkau pun benar-benar akan mengenali mereka melalui
nada bicaranya. Allah mengetahui segala amal perbuatanmu.
Dan sekiranya Kami menghendaki, niscaya Kami perlihatkan
sifat-sifat dan perbuatan mereka kepadamu wahai Nabi Muhammad, sehingga engkau
benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya yang Kami sampaikan
dengan jelas kepadamu. Dan engkau benar-benar akan mengenal mereka dari nada
bicaranya yang penuh dengan tentang tipuan, kebencian dan permusuhan, dan Allah
mengetahui segala amal perbuatan kamu, tidak ada yang tersembunyi bagi Allah,
baik dalam bentuk niat, ucapan maupun perbuatan.(Tafsir Wajis)
Kisah Orang Munafik
di Zaman Rasulullah
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA
— Abdullah ibn Ubay ibn Salul adalah tokoh Madinah sekaligus tokoh munafik di zaman Rasulullah saw. Di hadapan Rasulullah, Ibn Salul adalah
seorang Muslim namun di belakang Rasulullah, Ibn Salul menaruh kebencian dan
kedengkian terhadap Rasulullah saw.
Dikutip dari
buku “Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2” karya Prof. Dr. Ali Muhammad
Ash-Shallab, sikap kaum Munafik dipimpin Ibnu Salul ini terungkap sebelum
terlaksananya perang Uhud. Di mana pada saat Pasukan kaum Muslimin telah sampai
di Asy-Syawath, Ibnu Salul menarik diri bersama tiga ratus orang munafik
lainnya, dengan alasan tidak mungkin perang melawan orang-orang musyrik dan
menolak keputusan Rasulullah untuk perang di luar kota Madinah.
ia
mengatakan, "Mengapa Rasulullah lebih patuh kepada keputusan anak-anak dan
orang-orang yang tidak memiliki pendapat. Mematuhi mereka berarti tidak
mematuhi saya. Untuk apa kita memerangi diri kita sendiri?!”
Abdullah bin
Amr bin Haram, berusaha membujuk mereka untuk kembali bergabung bersama kaum
muslimin, namun mereka tetap tidak mau. Dengan demikian, makin berkuranglah
jumlah pasukan kaum muslimin hingga yang tersisa hanya tujuh ratus orang dari
jumlah seribu orang.
Tujuan
inti dari penolakan ini, adalah agar terjadi goncangan dalam pasukan kaum
Muslimin sehingga kekuatan spiritual pasukan kaum Muslimin menjadi runtuh dan
musuh menjadi semakin berani dan menang. Perbuatan Ibnu Salul ini merupakan
bentuk pengkhiatan yang besar, wujud kebencian terhadap Islam dan kaum Muslimin.
Dari peristiwa ini terlihatlah hikmah, di mana Allah
ingin membersihkan pasukan kaum Muslimin, agar terlihat mana yang kotor dan
mana yang baik dari mereka. Supaya Pasukan yang tulus ikhlas tidak tercampur aduk dengan pasukan yang punya
tujuan tersembunyi. Agar yang beriman terpisah dari yang munafik".
Merealisasikan Jihad dan Sabar di masa sekarang.
Surat Muhammad ayat 31 menyatakan:
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui
orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu,” Ayat ini
mengandung beberapa pelajaran penting terkait jihad dan kesabaran:
Definisi Jihad:
Secara etimologi, jihad
berarti mengerahkan segala kemampuan atau bersungguh-sungguh dalam
melakukan sesuatu.
Para ulama fikih memberikan
definisi yang berbeda-beda, tetapi umumnya terkait dengan berperang atau
berjuang di jalan Allah.
Perlu dicatat bahwa
prinsip jihad dalam konteks perang dalam Islam bersifat defensif,
bukan ofensif.
Tahapan Sejarah Jihad:
Fase Dakwah: Pada
awal perkembangan Islam, fase dakwah adalah upaya menyebarkan ajaran Islam
tanpa perang. Peperangan hanya menjadi media, bukan tujuan utama.
Fase Upeti (Pajak):
Jika dakwah tidak berhasil, fase ini melibatkan pembayaran upeti oleh
orang-orang kafir yang tidak mau masuk Islam.
Konteks Jihad Masa Kini:
Jihad
saat ini tidak hanya terbatas pada perang fisik, tetapi juga melibatkan
berbagai bentuk perjuangan, seperti pendidikan, dakwah, dan pengabdian sosial.
Kesabaran
dalam menjalankan kewajiban dan menghadapi tantangan juga merupakan bagian dari
jihad di era modern.Jadi, dalam konteks zaman sekarang, jihad dapat
direalisasikan melalui berbagai cara, termasuk berjuang untuk kebenaran,
memperjuangkan hak-hak, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Kesabaran
tetap menjadi kunci dalam menghadapi ujian dan tantangan
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada