
Cahaya Dakwah di Pedalaman Kalimantan
Mohamad (Hermanus) Yamin, seorang mualaf
yang berbahagia memilih jalan dakwah, telah berhasil mengislamkan ribuan warga
suku Dayak di Kalimantan. Kesungguhannya dalam memperjuangkan agama Allah tak tergoyahkan,
meskipun jalan yang ditempuh penuh duri, mendaki, dan sukar.
Perjalanan
Hijrah: Air Mata, Perjuangan, dan Keteguhan
Dia jarang berbicara tentang ibunya. Hanya
air mata yang berbicara. Dalam diam, ia mengajak kami berhijrah ke desa anak
perempuannya—sebuah langkah berat, namun kami sepakat. Kami berangkat dengan
membawa apa yang tersisa: bantalan, lampu, periuk. Harta kami tak banyak,
tetapi demi Islam, demi akidah, kami tinggalkan semuanya. Tak mudah melepas
rumah dan kenangan. Demi Allah, hati kami perih.
Di desa tujuan, kami tak langsung punya
tempat tinggal. Tanah tak ada, rumah pun nihil. Orang tua akhirnya meminjam
sebidang tanah milik warga kota. Kami membangun rumah dari kayu yang bisa kami
temukan, memanfaatkan kulit pohon pengkawal sebagai dinding.
Masa-masa awal sangat berat. Masjid
berkilo-kilometer jauhnya, madrasah tak ada, ustaz pun tak tampak. Tiga tahun
sekolah menengah berlalu tanpa banyak ilmu Islam. Setelah SMP, saya berbicara
pada ibu.
"Bu, saya ingin sekolah lagi. Tapi
bukan SMA biasa, melainkan sekolah agama."
Ibu menangis. "Bagaimana kita bisa
sekolah? Makan saja susah."
Namun, seorang ibu tak mengenal kata
menyerah. Ia berjuang hingga akhirnya saya diterima di panti asuhan berbasis
Islam. Di sana, saya baru belajar salat, mengaji, dan memahami Islam lebih
dalam. Setelah tiga tahun, saya kembali ke kampung.
"Bu, saya ingin masuk pesantren di
Pulau Jawa."
"Hah? Mau nikah?" Ibu kaget.
"Tidak, Bu. Saya ingin lebih dalam
belajar agama."
Ibu sempat menolak. Namun setelah saya
merayunya, beliau menulis surat panjang untuk saya. "Kalau kamu rindu,
kalau kamu malas belajar, baca surat ini," pesannya.
Saya berangkat. Empat tahun saya bekerja di
pesantren untuk biaya hidup—mengangkat koran, mencangkul, membersihkan
pesantren. Hingga akhirnya, saya bisa membaca Al-Qur'an dengan benar dan
memahami kitab-kitab.
Setelah lulus, seorang saudara di Sintang
membantu saya kuliah di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Alhamdulillah,
tanpa mengeluarkan satu rupiah pun dari orang tua saya. Setelah kuliah, saya
kembali ke kampung dengan satu misi: membangun keluarga yang totalitas dalam
Islam. Alhamdulillah, ibu saya pun berubah.
Dakwah di
Pedalaman: Menyalakan Cahaya Islam
Misi dakwah saya tak berhenti. Saya
mendirikan komunitas, membimbing para mualaf, dan mendampingi mereka. Tantangan
pun datang—diancam, diteror, bahkan hampir dibunuh. Namun, Allah menunjukkan
kebesaran-Nya.
Kepala suku yang dulu menentang Islam jatuh
sakit. Setelah lebih dari sebulan tak bisa makan, keluarganya memanggil saya.
"Ustaz, beliau ingin masuk
Islam."
Dengan hati bergetar, saya membimbingnya
mengucapkan dua kalimat syahadat. Lima menit setelahnya, ia menghembuskan napas
terakhirnya dalam keadaan Islam. Kampung gempar. Perlahan, satu per satu warga
mulai mengikuti jejaknya.
Di daerah lain, ancaman kembali muncul.
Seorang dukun sakti berusaha menghentikan dakwah kami. Namun, ia jatuh sakit.
Warga pun mulai ragu akan kekuatannya.
"Ustaz Yamin ini bukan orang
sembarangan. Dia punya kekuatan yang lebih besar," bisik mereka.
Akhirnya, banyak yang memeluk Islam. Dakwah
memang tak selalu mudah, tapi Allah selalu membuka jalan bagi mereka yang
berjuang di jalan-Nya.
Membangun
Pendidikan Islam di Kalimantan
Saya mendirikan pesantren di Penemunan
dengan 15 santri. Kini, jumlahnya mencapai 50 orang—belajar dan menghafal
Al-Qur’an tanpa membayar satu rupiah pun. Saya tahu betul bagaimana rasanya tak
punya apa-apa. Maka, kini giliran saya membantu agama Allah.
Di Bukalpung, saya bertemu keluarga miskin
dengan enam anak. Keempat anaknya berjalan tiga kilometer setiap hari untuk
sekolah, lalu masuk hutan mencari rebung dan pakis untuk makan. Ketika saya
mendatangi rumah mereka, hati saya tersentak. Dinding berlubang, dapur kosong.
Saya bertanya, "Maukah kalian tinggal
di pesantren saya?"
Mereka mengangguk penuh harap. Saya
mandikan mereka, potong rambut mereka, lalu mencium kepala mereka satu per
satu. "Ya Allah, jadikan anak-anak ini anak yang saleh. Jadikan ini
sebagai amal bagi saya."
Sekarang mereka bahagia di pesantren.
Dakwah itu tentang memberi. Tentang menolong. Dan itulah kebahagiaan.
Meneguhkan
Dakwah: Membangun Pesantren Tahfiz
Dakwah di pedalaman Kalimantan Barat penuh
tantangan. Kami melewati sungai berjam-jam, menghadapi arus naik-turun, kadang
air surut hingga harus merangkak mendorong perahu. Di Desa Mentatai, lebih dari
600 orang telah memeluk Islam, tetapi mereka masih butuh bimbingan, mushaf
Al-Qur’an, dan pendidikan agama yang intensif.
Kami berencana membangun pesantren tahfiz
di lahan seluas empat hektare—bebas banjir, strategis, dengan masjid, asrama
santri, serta ruang belajar. Namun, tantangan masih besar. Kami mengajak kaum
Muslimin untuk mendukung perjuangan ini, baik dengan tenaga maupun harta.
Allah SWT berfirman:
"Kamu sekali-kali tidak akan sampai
kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang
kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah
mengetahuinya." (QS.
Ali Imran: 92)
Gerakan Wakaf
untuk Dakwah
Program wakaf ini terbagi dalam beberapa
kategori:
- Rp7.500.000 – Wakaf Al-Qur’an & pembangunan pesantren.
- Rp3.000.000 – Wakaf Al-Qur’an & pembinaan santri.
- Rp1.500.000 – Pembebasan lahan & fasilitas pesantren.
- Rp1.000.000 – Dukungan santri & pendidikan Islam.
- Rp500.000 – Bentuk kontribusi bagi dakwah.
Kami yakin bahwa setiap harta yang
diinfaqkan di jalan Allah akan diganti dengan sesuatu yang jauh lebih baik.
Semoga Allah menjaga kita dan memberkahi perjuangan ini.
بَارَكَ اللَّهُ فِيكُمْ
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada