Serial Petikan Riyaddus Sholihin Bab 3 , Sabar (Hadist 27)
Hadits
no. 27.
وَعَنْ أَبِي يَحْيَى
صُهَيْبِ بْنِ سِنَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ
لَهُ خيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ إِلَِّا لِلْمُؤْمِن: إِنْ أَصَابَتْهُ
سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ
فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ». رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Abu Yahya
Shuhaib bin Sinan radhiyallahu anhu dia mengatakan, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh
menakjubkan keadaan orang beriman (mukmin), segala urusan baginya selalu baik.
Dan hal itu tidak akan terjadi kecuali pada orang yang beriman. Jika dia
mendapat kesenangan dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan
baginya. Dan apabila tertimpa kesulitan dia bersabar maka yang demikian itu
pula merupakan kebaikan baginya.”
[Shahih
Muslim no. 2999]
Hadist ini mengungkapkan
keistimewaan dan keindahan karakter seorang mukmin. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, melalui sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu Yahya
Shuhaib bin Sinan radhiyallahu anhu, menekankan bahwa setiap aspek kehidupan
seorang mukmin selalu membawa kebaikan.
Keajaiban
ini terletak pada sikap seorang mukmin dalam menghadapi berbagai situasi.
Ketika mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, dan rasa syukur ini menjadi sumber
kebaikan baginya. Sebaliknya, ketika menghadapi kesulitan, ia bersabar, dan
kesabaran ini juga membawa kebaikan.
Pesona
seorang mukmin terletak pada kemampuannya untuk melihat kebaikan dalam setiap
keadaan, baik dalam suka maupun duka. Sikap ini tidak hanya menunjukkan
kekuatan iman, tetapi juga ketenangan batin dan kebijaksanaan dalam menjalani
kehidupan. Hadist ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur dan bersabar,
karena kedua sikap ini adalah kunci untuk meraih kebaikan dalam setiap aspek
kehidupan.
Setiap manusia dalam
keputusan dan takdir Allah terbagi dua; kesenangan dan kesulitan. Dalam
menyikapinya i manusia terbagi dua; beriman dan tidak beriman.
Orang yang beriman dalam kondisi apa pun, yang telah Allah takdirkan atasnya
selalu baik dalam pandangannya. Jika ditimpa kesulitan dia bersabar atas takdir
Allah itu sambil menanti jalan keluar dari Allah.itu adalah ha lyang baik dan dia akan mendapat ganjaran atas
kesabarannya dalam menghadapi hal tersebut..
Jika dia mendapatkan kenikmatan dalam urusan agama seperti ilmu dan amal
shalih, juga kenikmatan duniawi seperti harta, anak dan keluarga, dia
mensyukurinya dengan memperbanyak ketaatan. Kerana syukur bukan hanya sekadar
mengatakan, “Saya bersyukur kepada Allah,” akan tetapi harus melakukan ketaatan
kepada Allah Ta'ala.
Rukun bersyukur terdiri dari tiga hal
utama:
1. Mengakui nikmat berasal dari Allah: Menyadari dan mengakui
dalam hati bahwa semua nikmat yang kita terima adalah pemberian dari Allah.
2. Memuji Allah atas nikmat tersebut: Mengucapkan pujian dan rasa
syukur kepada Allah dengan lisan, seperti mengucapkan “Alhamdulillah”.
3. Memanfaatkan nikmat dalam ketaatan: Menggunakan nikmat yang
diberikan Allah untuk melakukan kebaikan dan ketaatan kepada-Nya, bukan untuk
hal-hal yang dilarang
Bersyukur kepada Allah merupakan
kebaikan baginya, sehingga dia punya dua kenikmatan; nikmat agama dan nikmat dunia.
Nikmat dunia yakni mendapatkan kebahagiaan dunia, sementara nikmat agama mencakup
berbagai aspek seperti:
Keimanan yang kuat: Merasa lebih dekat dengan Allah dan memiliki keyakinan
yang teguh.
Ketenangan batin: Mendapatkan ketenangan dan kedamaian dalam hati karena merasa
diberkahi dan dilindungi oleh Allah.
Ketaatan dan ibadah: Meningkatkan kualitas ibadah dan ketaatan kepada Allah
sebagai bentuk rasa syukur.
Adapun orang kafir dia dalam
kondisi buruk sekali, naudzubillah. Jika ditimpa
kesulitan, dia tidak bersabar. Bahkan, justru mencaci maki zaman, bahkan
mencaci Allah Ta'ala.
Jika mendapat kesenangan,
tidak bersyukur kepada Allah dan kesenangan itu akan menjadi siksa baginya di
akhirat. Kerana orang kafir tidak makan dan minum kecuali akan menjadi dosa
baginya, walaupun sebenarnya dalam makanannya tidak mengandung dosa jika dimakan
orang yang beriman. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِيْنَةَ اللّٰهِ الَّتِيْٓ اَخْرَجَ
لِعِبَادِهٖ وَالطَّيِّبٰتِ مِنَ الرِّزْقِۗ قُلْ هِيَ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فِى
الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَّوْمَ الْقِيٰمَةِۗ كَذٰلِكَ نُفَصِّلُ
الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
“Katakan (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan
dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang
baik-baik? Katakanlah, “Semua itu untuk orang-orang beriman dalam
kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari Kiamat.” (QS. Al-A'râf: 7: 32)
Dalam hadits no 27 diatas
terdapat anjuran untuk bersabar dalam kesulitan, hal ini merupakan sifat orang
beriman. Jika kamu mendapatkan dirimu bersabar tatkala ditimpa kesulitan seraya
mengharapkan pahala dan menanti jalan keluar dari Allah Ta'ala, maka itu adalah
bentuk keimanan.Tetapi Jika kamu dapati
sebaliknya, maka celakalah dirimu, luruskan jalanmu dan bertaubatlah kepada
Allah.
hadits diatas juga menganjurkan
untuk bersyukur ketika mendapatkan
kesenangan. Sebab, jika manusia bersyukur kepada Rabb-Nya atas kenikmatan yang
didapatnya, maka itu adalah taufik Allah dan merupakan penyebab ditambahnya
kenikmatan, sebagaimana firman Allah Ta'ala,
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ
وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah
(nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti
adzab-Ku sangat berat.” (QS.
Ibrâhim: 14: 7)
Jika Allah Ta'ala memberikan taufik kepada seorang hamba untuk bersyukur, maka
ini adalah kenikmatan lain yang perlu disyukuri. Dan jika diberi taufik untuk
mengulangi bersyukur lagi, maka perlu
disyukuri dan begitu juga seterusnya.
Sikap bersyukur itu sedikit sekali orang yang bisa melakukannya.Tetapi Jika Allah mengkurniakannya dan membantumu
untuk dapat melakukannya, maka itu adalah kenikmatan.
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.” (QS.
Saba’: 13).
Imam An-Nawawi benar, sesungguhnya jika Allah
memberi taufik kepada kita untuk bisa bersyukur maka itu merupakan kenikmatan
yang perlu disyukuri lagi, dan jika kamu bersyukur lagi, perlu
denganbentuk syukur lainnya dan
begitulah seterusnya.
Akan tetapi, saat
ini kita benar-benar lalai mengenai
masalah ini. Semoga Allah Ta'ala membangunkan hati kita semua untuk memperbaiki
amal kita, Dia Mahabaik dan Mahamulia.
beberapa contoh penerapan hadis no. 27 dalam kehidupan kita:
1.
Bersyukur saat
Kesenangan: Ketika kita mengalami kesenangan, seperti mendapatkan
rezeki, kesehatan, atau kebahagiaan, selayaknya kita bersyukur kepada Allah.
Menghargai nikmat-nikmat itu dengan rasa syukur akan memperkuat
keimanan kita.
2.
Sabar dalam Kesulitan: Ketika
menghadapi kesulitan, seperti ujian, kegagalan, atau penderitaan, kita harus
bersabar. Kesabaran membuat kita
menjalani kepahitan hidup dengan tenang dan bijaksana. Dalam kesulitan, kita
bisa mencari hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya.
3.
Melihat Kebaikan dalam
Setiap Keadaan: Seorang mukmin memiliki kemampuan untuk melihat kebaikan
dalam setiap situasi. Baik dalam suka maupun duka, kita bisa mencari sisi
positif dan belajar dari pengalaman tersebut. Sikap ini memperkuat iman dan
membuat kita menjalani hidup dengan
lebih baik.