
Bahagia dan Ibadah, Modal Hidup Seorang Guru
Assalamu'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Guru-guru, staf, dan karyawan yang
dirahmati Allah, alhamdulillah, alhamdulillahirrabbil'alamin. Kita patut
bersyukur kepada Allah SWT yang hingga detik ini masih melimpahkan berbagai
nikmat-Nya kepada kita: nikmat iman, Islam, ihsan, umur, kesempatan, dan tak
terhitung nikmat lainnya.
Dari sekian banyak hamba Allah di dunia
ini, kita termasuk yang Allah pilih untuk dilembutkan hatinya dan diringankan
langkahnya hadir di tempat yang, insyaAllah, dirahmati-Nya ini. Semoga
kehadiran kita di sini menambah pundi-pundi amal kebaikan dan mengurangi
dosa-dosa kita di akhirat kelak. Allahumma
amin.
Tak lupa kita sampaikan salawat kepada junjungan besar Nabi
Muhammad SAW, akhirul anbiya wa imamul mursalin, yang telah membimbing kita ke
jalan yang lurus, yaitu jalan kembali kepada Allah SWT.
Bahagia
Adalah Perintah Allah
"Pak
Ustadz bicara tentang bahagia?" Begitu mungkin
pertanyaan Bapak Ibu. Ya, bahagia adalah perintah Allah. Bahkan dalam
Al-Qur'an, Allah menegur Nabi Muhammad SAW saat beliau bermuka masam. Allah
berfirman:
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan
berpaling." (QS Abasa: 1)
Jika Nabi Muhammad SAW ditegur untuk
tidak bermuka masam, maka apa yang Allah inginkan dari kita? Tentu saja senyum
dan kebahagiaan.
Penelitian pun mendukung hal ini. Sebagai
seorang dosen, saya menemukan fakta menarik: senyum dapat mengurangi 50% beban
masalah kita. Sebaliknya, bermuka masam justru menambah 50% masalah. Bayangkan,
pulang ke rumah dengan wajah masam setelah hari yang berat di kantor. Ketemu
pasangan, malah tambah masalah, bukan?
Maka mari kita hadapi segala ujian hidup
dengan senyuman. Ternyata, kesulitan dan penderitaan kita bisa bernilai ibadah.
Beribadah
Hingga Yakin Menjemput Kita
Lalu, sampai kapan kita harus beribadah?
Allah telah menjawabnya dalam firman-Nya:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ
الْيَقِينُ
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang
kepadamu al-yaqiin (kematian)." (QS Al-Hijr: 99)
Sebagai guru, profesi kita adalah ladang
ibadah. Generasi saat ini mungkin enggan menjadi guru karena stigma seperti
"Umar Bakri" atau penghasilan yang pas-pasan. Tapi, kita harus
memahami esensi profesi ini. Guru mengajarkan ilmu dan akhlak, walaupun sering
kali dihadapkan pada anak didik yang sulit diatur.
Ibadah
Ringan, Namun Bermakna
Lantas, apa ibadah yang paling ringan?
Ayat sebelumnya memberi jawabannya:
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُن مِّنَ ٱلسَّٰجِدِينَ
"Maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan jadilah termasuk orang-orang yang bersujud." (QS Al-Hijr:
98)
Ada dua hal yang harus kita lakukan: tasbih dan sujud.
Awali setiap aktivitas dengan
tasbih, tahmid, dan tahlil: Subhanallah,
walhamdulillah, wa la ilaha illallah, wa Allahu akbar.
Kalimat ini sederhana, tetapi penuh
makna. Dulu, almarhum Ustadz Arifin Ilham sering menggunakan zikir ini dalam
tafakurnya. Jika kita resapi, kalimat ini bisa membawa tangis dan ketenangan.
Mengajar
Adalah Amal Tak Ternilai
Seorang kiai besar pernah berkata, "Orang sukses bukanlah yang menjadi
direktur atau pejabat, tetapi mereka yang mau mengajar di surau kecil di desa
terpencil." Karena mengajar adalah ibadah. Gaji mungkin kecil, tetapi
pahala insyaAllah besar.
Maka, mari kita tanamkan dalam hati,
mengajar adalah ladang amal yang mulia. Dengan niat ibadah, Allah akan
menyelamatkan kita, insyaAllah. Allahumma
amin.
Kenapa
Kita Disuruh Bertasbih?
Allah mengingatkan kita untuk senantiasa
bertasbih, sebuah perintah yang sangat mendalam maknanya. Ketika kita
mengucapkan subhanallah (سُبْحَانَ
ٱللَّهِ)
yang artinya "Maha Suci Allah," dan walhamdulillah (وَٱلْحَمْدُ
لِلَّهِ)
yang artinya "Segala puji hanya milik Allah,"
kita mengakui bahwa kita tidak memiliki apa-apa. Kita tidak layak untuk dipuji,
karena hanya Allah yang berhak menerima segala pujian. Dengan mengingat hal
ini, maka setiap langkah kita, setiap kata yang kita ucapkan dalam mengajar,
itu semata-mata bukan karena ingin mendapat pujian dari manusia, melainkan
hanya karena Allah.
Saat kita mengajar, niat kita harus
bersih, berharap hanya pada Allah. Tidak peduli berapa pun gaji yang kita
terima, selama niatnya benar, semuanya akan menjadi ibadah yang diterima oleh
Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an:
وَمَآ أَمَرُوا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُۥ ٱلدِّينَ
"Dan tidaklah mereka disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya." (QS.
Al-Bayyinah: 5)
Jika kita benar-benar berada di jalan
Allah, Allah akan memberikan pertolongan-Nya. Tentu saja, tidak semua orang
bisa memahami hal ini, namun inilah yang diajarkan dalam Al-Qur'an.
Bagaimana
Dengan Ujian yang Dihadapi?
Dalam hidup ini, ujian datang silih
berganti. Namun, kita harus yakin bahwa jika kita berpegang teguh pada janji
Allah, Allah akan memberi bantuan. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an:
إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَامُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِِمُ ٱلْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِٱلْجَنَّةِ
ٱلَّتِىٓ كُنتُمْ تُوَعَدُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang berkata,
'Rabb kami adalah Allah,' kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu takut dan janganlah kamu
bersedih hati, dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan
kepada kamu.'" (QS. Fussilat: 30)
Membangun
Pondok, Langkah yang Tak Terduga
Saya ingin berbagi cerita tentang sebuah
perjalanan yang penuh dengan keajaiban. Pada awal November lalu, kami melakukan
peletakan batu pertama untuk pondok pesantren yang sedang kami bangun. Pondok
ini berlokasi di Desa Duku Jatikidul, Kecamatan Pangkah, Tegal. Tanpa adanya
santri, bahkan gedung saja belum ada, hanya tanah sawah yang sedang diurug,
kami nekat memulai. Saya mengundang Kiai Haji Hasan Abdul Sahal dari Gontor
untuk meresmikan pondok tersebut, meski secara logika hal ini tidak masuk akal.
Namun, dengan izin Allah, beliau menerima
undangan kami. Pada awalnya, saya merasa bingung, karena saat itu pondok kami
belum memiliki fasilitas apa-apa. Tetapi saya yakin, jika kita
bersungguh-sungguh dalam niat, Allah akan memberikan jalan. Dan benar saja,
Kiai Haji Hasan Abdul Sahal datang pada tanggal yang ditentukan dan memberikan
dukungan moral yang sangat besar. Ini semua terjadi karena keyakinan kami pada
firman Allah yang berbunyi:
إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّابِرِينَ
"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang
yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153)
Dengan penuh harapan, kami terus berusaha
dan meyakini bahwa Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang berusaha dengan
ikhlas. Semoga pondok ini menjadi tempat yang bermanfaat bagi generasi
mendatang.
Inilah pelajaran yang bisa diambil dari
setiap langkah yang kita jalani. Kita harus yakin bahwa Allah akan selalu
memberikan jalan bagi hamba-Nya yang berusaha dengan niat yang tulus.
Langkah
Penuh Berkah: Perjalanan Membangun Pondok dengan Niat Ikhlas
Kenapa kita disuruh bertasbih? Setiap
kali kita mengucapkan subhanallah (سُبْحَانَ
ٱللَّهِ)
yang berarti "Maha Suci Allah," dan walhamdulillah (وَٱلْحَمْدُ
لِلَّهِ)
yang berarti "Segala puji bagi Allah," kita
sebenarnya mengingatkan diri kita sendiri. Kita bukan siapa-siapa, tidak
memiliki apa-apa, dan tidak pantas untuk dipuji. Hanya Allah yang berhak
menerima pujian atas segala sesuatu yang ada di dunia ini. Kita seringkali
menginginkan pujian dari manusia—entah itu tentang harta, kedudukan, atau apa
pun yang kita lakukan—tetapi ketika kita sadar bahwa semua itu berasal dari
Allah, kita bisa melepaskan segala harapan pada pujian manusia.
Inilah yang harus kita tanamkan dalam
setiap langkah kita. Ketika kita mengajar, itu bukan lagi karena ingin dihargai
oleh manusia, tetapi karena niat kita ingin mendapatkan ridha Allah. Dan ketika
niat kita benar, maka Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita, meskipun
mungkin dunia tidak memberinya pengakuan.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
وَمَآ أَمَرُوا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُۥ ٱلدِّينَ
"Dan tidaklah mereka disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya." (QS.
Al-Bayyinah: 5)
Inilah yang saya rasakan ketika memulai
sebuah perjalanan besar dalam hidup saya: mendirikan pondok pesantren. Pada
awal November lalu, saya dan tim melaksanakan peletakan batu pertama untuk
pondok pesantren yang kami bangun di Desa Duku Jatikidul, Kecamatan Pangkah,
Tegal. Saat itu, kami tidak memiliki santri, bahkan gedung saja belum ada—hanya
tanah sawah yang sedang diurug. Apa yang kami punya? Hanya niat, tekad, dan
keyakinan bahwa jika kita melangkah di jalan Allah, Allah pasti akan membantu
kita.
Ketika saya mengundang Kiai Haji Hasan
Abdul Sahal dari Gontor untuk meresmikan pondok tersebut, saya merasa bingung.
Secara logika manusia, hal ini rasanya tidak mungkin. Kami belum punya apa-apa,
bahkan tempat yang layak untuk menampung orang. Tetapi saya yakin dengan firman
Allah yang selalu menguatkan hati:
إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّابِرِينَ
"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang
yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153)
Saya datang ke Kiai Haji Hasan Abdul
Sahal dengan penuh harapan. Saya menceritakan niat kami untuk mendirikan pondok
pesantren ini, meskipun segala sesuatunya masih jauh dari kata sempurna. Dalam
benak saya, kemungkinan besar beliau akan menolak, karena biasanya beliau hanya
datang untuk meresmikan pondok yang sudah siap dengan santri dan fasilitasnya.
Namun, luar biasa, beliau malah merespon dengan baik. Beliau memberikan tanggal
untuk peletakan batu pertama, dan meskipun hati saya masih bingung karena kami
tidak memiliki apa-apa, saya tetap percaya bahwa Allah akan menunjukkan
jalan-Nya.
إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَامُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِِمُ ٱلْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِٱلْجَنَّةِ
ٱلَّتِىٓ كُنتُمْ تُوَعَدُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang berkata,
'Rabb kami adalah Allah,' kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu takut dan janganlah kamu
bersedih hati, dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan
kepada kamu.'" (QS. Fussilat: 30)
Peletakan batu pertama itu terjadi pada
tanggal 9 November, dengan penuh keajaiban. Kiai Haji Hasan Abdul Sahal hadir
meskipun beliau sangat sibuk. Dan hari itu menjadi tonggak awal yang
menunjukkan bahwa ketika kita bersungguh-sungguh dalam niat baik, Allah akan
membuka jalan, meskipun segala sesuatu tampak mustahil. Kami hanya bermodal
tanah kosong dan harapan, tetapi keyakinan pada Allah yang menjadi pegangan
kami.
Saat itu saya diingatkan lagi oleh ayat
dalam Al-Qur'an:
وَٱلَّذِينَ جَاهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۖ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ
"Dan orang-orang yang berjuang di jalan
Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami, dan
sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik."
(QS. Al-Ankabut: 69)
Perjalanan ini terus berjalan, dan setiap
langkah yang kami ambil terasa penuh dengan berkah. Kami menyadari bahwa apa
yang kami lakukan bukan untuk mencari pengakuan duniawi, tetapi semata-mata
untuk ibadah kepada Allah. Setiap kali kami memulai aktivitas, kami mengucapkan
tasbih—subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illallah, wa
Allahu akbar—untuk mengingatkan diri kami bahwa hanya Allah yang berhak
menerima segala pujian dan doa.
Kehidupan ini memang penuh dengan
tantangan, tetapi Allah selalu memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang
ikhlas. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat-Nya, jika kita meneguhkan niat,
berusaha dengan sungguh-sungguh, dan bertawakkal kepada Allah, maka Allah akan
memberikan jalan keluar yang terbaik.
Pondok pesantren yang kami bangun ini bukan
hanya sebuah bangunan fisik. Ini adalah simbol dari niat tulus untuk memberikan
yang terbaik bagi generasi mendatang. Semoga Allah selalu memberi kemudahan dan
keberkahan dalam setiap langkah kita
( Transkrip
, ceramah Ust. Faisal Suhartoyo , S.TH.I, dalam Majlis Al Qur’an )
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada