Ihsan: Puncak Keimanan
Allah Yang Maha Menyaksikan. Mudah-mudahan
kita benar-benar menatap dan menyaksikan-Nya, hadir bersama ribuan, jutaan,
Wallahu'alam. Malaikat-malaikat yang disebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam sabdanya:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ
مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ
إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ، وَغَشِّيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ،
وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim, pernah menyampaikan motivasi yang begitu
kuat. Tidaklah satu kaum berkumpul di rumah Allah, membaca dan mengkaji
kitab-Nya, kecuali akan turun kepada mereka empat hal: سَكِينَةٌ (ketenangan), رَحْمَةٌ (kasih
sayang), dikelilingi malaikat, dan Allah menyebut mereka di hadapan
makhluk-makhluk-Nya.
Umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam memiliki keistimewaan. Seluruh bumi yang kita huni adalah masjid, tempat
sujud, rumah Allah, kecuali tempat-tempat yang dilarang. Semoga hadits ini
tetap berlaku hari ini, saat kita membaca Al-Qur’an. Kita sudah membaca surat Ad-duha,
Al-Insyirah. Semoga kelak kita semakin memahami isinya, sebagaimana para
sahabat dan ulama terdahulu.
Maka tidaklah turun kepada mereka kecuali
empat hal: sakinah, rahmah, keberadaan malaikat, serta penyebutan nama mereka
oleh Allah. Kita berharap, ketika malaikat bersama orang-orang beriman, mereka
mendoakan kita dan mengaminkan doa-doa kita.
Sebuah Doa di Tengah Rahmat
Ibu dan Bapak, izinkan saya memulai kajian
kita siang ini dengan doa. Mudah-mudahan malaikat menyambungkan doa kita kepada
Allah, mengaminkannya di hadapan-Nya.
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، يَا اللَّهُ، دُهْيَا اللَّهُ
سَمْبَتَ مَلِكُ الْعَالَمِ، دُهْيَا اللَّهُ سَمْبَتْ مِلِكُ الْأَرْوَاحِ، لَكَ
الْحَمْدُ يَا اللَّهُ، إِلَيْكَ الْمُشْتَكَى، يَا اللَّهُ.
اللَّهُمَّ لَا تَكِلْنَا إِلَىٰ أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ.
Terjemahan Doa:
Ya Allah, Tuhan kami, bagi-Mu segala puji. Wahai Allah, Engkaulah Penguasa alam
semesta, Engkaulah Penguasa ruh-ruh. Segala puji bagi-Mu, Ya Allah. Kepada-Mu
kami mengadu, Ya Allah.
Ya Allah, janganlah Engkau biarkan kami bersandar pada diri kami sendiri
walaupun hanya sekejap mata.
Puncak Keimanan: Ihsan
Ibu, Bapak, saudara sekalian. Pernahkah
kita benar-benar menyadari makna doa ini? Doa yang diriwayatkan dalam Shahih
Al-Bukhari ini mengajarkan hakikat ketundukan. Kalimat yang begitu dalam.
يَا حَيُّ يَا
قَيُّومُ، بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ، أَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ، وَلَا
تَكِلْنَا إِلَىٰ أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ.
Duhai Yang Maha Hidup, Yang Maha Tegak,
dengan rahmat-Mu kami memohon pertolongan. Perbaikilah seluruh urusan kami.
Jangan biarkan kami bersandar pada diri sendiri walau sekejap mata.
Inilah puncak keimanan. Saat seorang hamba
sadar bahwa لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ. Inilah keimanan tertinggi yang Nabi sebut
dalam hadits Jibril tentang ihsan:
أَنْ تَعْبُدَ
اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
Ihsan adalah beribadah seolah-olah kita
melihat Allah. Jika tidak mampu, maka yakinlah, Allah selalu melihat kita. الله أكبر!
Keyakinan yang Menopang Istiqamah
Disinilah kita belajar. Dari Nabi Ibrahim
‘alaihissalam, bapak para Nabi. Keturunannya 18 generasi berturut-turut adalah
para Nabi. Beliau istimewa. Namun tetap diuji dengan api yang membara. Sejak
sebulan sebelum ia dilempar ke dalamnya, kayu bakar telah dikumpulkan.
Saat itu, Jibril datang kepadanya. “Duhai Khalilurrahman, adakah yang ingin
engkau sampaikan kepada Allah?”
Jawaban Nabi Ibrahim tegas. أَمَّا مِنْكَ فَلَا. Jika tawaran itu darimu, Jibril, maka tidak.
Keyakinannya sempurna. Hanya kepada Allah ia bersandar. Begitulah ihsan. Itulah
keyakinan yang menopang istiqamah.
Maka, kita berharap. Semoga Allah sampaikan
kita ke Ramadan. Agar kita belajar bersungguh-sungguh, memanen kebaikan yang
telah kita tanam. Dan semoga kita tetap dalam barisan panjang penuh berkah,
bersama mereka yang selalu menggantungkan harapan hanya kepada Allah. آمِيْن.
Diuji di Ujung Laut
Umat Nabi Musa panik. Luar biasa panik. Di
belakang, pasukan Fir’aun mengejar. Di depan, Laut Merah terbentang. Mereka
resah. “Duhai Nabi, engkau membawa kami ke sini, lalu kini kami terjepit. Apa
yang harus kami lakukan?”
Ketegangan memuncak. Mereka menatap satu
sama lain. Fir’aun dan bala tentaranya mendekat. Jarak kian sempit. Panik
melanda. Sebagian mengguncang-guncang Nabi Musa. “Kita pasti tertangkap,” seru
mereka.
Tapi Musa tak gentar. Dia bukan pemimpin
kaleng-kaleng. Dia seorang rasul. Ulul Azmi. Penuh keyakinan, dia berkata:
قَالَ كَلَّاۤ
اِنَّ مَعِیَ رَبِّیْ سَیَهْدِیْنِ
"Kalla! Tidak! Sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan
membimbingku." (QS. Asy-Syu'ara: 62)
Allah mengabadikan peristiwa ini dalam
Al-Qur’an. Lalu datang perintah:
فَاَوْحَیْنَاۤ
اِلٰی مُوْسٰۤی اَنِ اضْرِبْ بِّعَصَاكَ الْبَحْرَ
"Lalu Kami wahyukan kepada Musa, 'Pukulkanlah tongkatmu ke laut'."
(QS. Asy-Syu’ara: 63)
Musa melakukannya. Laut terbelah. Jalan
terbentang. Kaum Nabi Musa melintas, sementara Fir’aun dan pasukannya ditelan
gelombang.
Keyakinan. Keimanan. Ihsan.
Kisah ini seharusnya mengajarkan kita
sesuatu. Ramadan datang sebagai ujian dan peluang. Seperti laut yang terbelah
bagi Musa, bagi kita, Ramadan membuka jalan.
Lihatlah, dalam Ramadan, bahkan satu kalimat sederhana bisa mengubah seseorang.
“Mas, puasa, Mas.” Seketika orang itu tersadar. “Astagfirullah. Iya, iya,
puasa.” Begitu dahsyat anugerah Allah.
Maka, mari kita berdoa. Lima harapan kita
panjatkan:
- Istiqamah hingga akhir hayat.
- Husnul khatimah.
- Alam barzakh yang indah.
- Berkumpul di surga bersama Rasulullah.
Memandang wajah Allah.
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada






