Nak, Ayo Kita Sholat
Praktik Amar Ma’ruf dari Rumah
Pukul 12.30 siang. Waktu Dzuhur baru
saja tiba. Seorang ibu berdiri di ruang tengah, memandang anaknya yang masih
asyik menggenggam gawai. Dengan lembut, ia berkata,
“Nak, ayo kita sholat.”
Adegan sederhana itu menyimpan makna
besar. Inilah wujud nyata dari sabda Rasulullah ﷺ dalam Bab 17 Riyadhus
Shalihin: amar ma’ruf nahi munkar — menyeru kepada kebaikan dan
mencegah dari keburukan.
Perintah ini tidak hanya berlaku di mimbar atau majelis ilmu, tapi justru
dimulai dari ruang tamu rumah kita.
Menyeru
dengan Cinta, Menegur dengan Hikmah
Dalam ajaran Islam, kita
diperintahkan untuk saling mengingatkan dan menumbuhkan kebaikan. Allah SWT
berfirman:
وَلْتَكُن
مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
ۚ
"Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar..."
(QS. Ali Imran: 104)
Kita sering bertanya-tanya, kapan
waktu yang tepat untuk melakukannya? Jawabannya: setiap kali ada peluang
kebaikan. Di rumah, di sekolah, di tempat kerja, bahkan di dunia digital.
Amar ma’ruf nahi munkar bukan tugas kelompok tertentu, melainkan panggilan iman
bagi setiap Muslim yang peduli pada sesamanya.
Dakwah
Dimulai dari Rumah
Contoh yang paling nyata adalah
dalam lingkungan keluarga. Anak-anak tidak hanya tumbuh dari nasihat, tapi dari
keteladanan.
Ajakan lembut seorang ibu kepada anaknya untuk sholat adalah bentuk cinta yang
menanamkan iman sejak dini.
Di era digital, seruan seperti “Nak, ayo kita sholat,” menjadi benteng ruhani
di tengah derasnya arus layar.
Belajar
dari Sahabat: Sami’na wa Atha’na
Para sahabat juga pernah diuji
dengan perintah yang berat. Suatu pagi, Rasulullah ﷺ membacakan ayat:
لِلَّهِ
مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِن تُبْدُوا مَا فِي أَنفُسِكُمْ
أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللَّهُ...
"Milik Allah-lah apa yang di langit dan di bumi. Jika kamu menampakkan apa
yang ada dalam hatimu atau menyembunyikannya, Allah pasti akan
menghisabmu..."
(QS. Al-Baqarah: 284)
Para sahabat gemetar. Mereka
berkata, “Kami mampu menjalankan sholat, puasa, dan jihad. Tapi ayat ini...
tentang isi hati... kami tak sanggup.”
Namun Rasulullah ﷺ menenangkan mereka:
سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا، غُفْرَانَكَ رَبَّنَا، وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
"Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, ya Rabb kami. Kepada-Mu tempat
kembali."
Ketulusan mereka membuat Allah
menurunkan ayat penghibur:
لَا
يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya."
(QS. Al-Baqarah: 286)
Bagaimana
Kita Meneladani Mereka?
Kita bisa memulai dari
langkah-langkah kecil yang konsisten:
- Menjalankan hukum Allah: Sholat tepat waktu, jujur
dalam perkataan, tidak menunda kebaikan.
- Menyeru kebaikan: Ajak keluarga ke masjid,
kirimkan nasihat dengan kasih sayang.
- Mencegah kemungkaran: Hindari ghibah, selektif
dalam konten digital, jaga lisan.
- Menjaga adab: Lapang dada saat menerima
nasihat, tidak membantah kebenaran.
- Dzikir harian: Jadikan “Sami’na wa
atha’na...” sebagai bagian dari doa harian.
Penutup:
Dakwah Itu Cinta
Taat bukan berarti tidak takut.
Justru iman itu diuji ketika kita tetap patuh walau terasa berat.
Seperti para sahabat. Seperti ibu yang dengan sabar mengajak anaknya kembali
pada Allah.
Dan seperti kita—yang terus belajar
berkata dalam hati:
سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا، غُفْرَانَكَ رَبَّنَا، وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
"Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, ya Allah. Kepada-Mu tempat
kembali."
Video
Guru dan Karyawan
Data Guru tidak ada






